Panitia penyelenggara menetapkan bahwa untuk festival langen cerita harus menampilkan kelompok penari dan kelompok yang memainkan gamelan. Penari semuanya adalah anak-anak setingkat sekolah dasar, sedangkan pemukul gamelan 80 % anak-anak dan hanya 20 % orang dewasa dalam setiap kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 25 30 orang dengan durasi waktu 20 40 menit.
Fesitival yang dibuka oleh Drs. Nur Satmijo ( Ka.Bid Sejarah dan Purbakala) mewakili Kepala Dinas Kebudayaan DIY, dalam sambutannya mengatakan bahwa festival ini diakan secara rutin setiap tahun. Tujuannya untuk mengembangkan seni budaya dan tradisi masyarakat DIY, yang sekaligus diharapkan akan menambah daya tarik wisata, sehingga mampu meningkatkan kunjungan wisatawan ke DIY. Fetival ini juga dimaksudkan juga untuk menanamkan nilai-nilai luhur budaya bangsa kepada anak-anak, agar mereka tidak tercerabut dari akar budayanya.
Kelompok Gunung Kidul yang tampil pertama pada sessi langen carita, membawa thema Babat Alas Nongko Doyong. Bantul yang tampil ke 2 diwakili SD Rojoniten, Sanden, Bantul membawakan thema Cindelaras. Tampilan ke 3 dari Sleman membawakan thema Arya Penangsang dan Kota Yogyakarta dengan thema Pithik Mogok Mangan, sedangkan Kulon Progo yang tampil terakhir, membawakan thema Kerto Ito sebagai pendiri wilayah tersebut.
Langen carita sendiri adalah sebuah cerita yang dibawakan dalam perpaduan antara gerak seni dan tari. Karena mengangkat budaya setempat, dialognya sendiri dibawakan dalam bentuk tembang/nyanyian menggunakan bahasa Jawa. Sedangkan kethoprak lesung merupakan sebuah pertunjukan seperti drama yang diiringi dengan suara musik yang dihasilkan dari gejlog lesung. Musik gejlog lesung itu sendiri adalah bunyi serasi yang dihasilkan dari aktivitas tradisional menumbuk padi oleh banyak orang pada lesung yang berbentuk panjang.
Untuk mendapatkan penilaian yang objektif, panitia penyelenggara menunjuk 5 orang tim juri yang berasal dari UNY, ISI, Budayawan dan seniman 2 orang. Pertunjukan yang tidak memungut biaya ini banyak dihadiri siswa/i sekiolah dasar dan sekolah menengah pertama, para orang tua murid, budayawan dan seniman Yogyakarta dan dari kalangan birokrat. (Yan/Fernandez)