Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Paku Alam X Membuka Temu Inklusi #3 Tahun 2018

Diskominfo - Temu Inklusi 2018 dilaksanakan pada tanggal 22-25 Oktober 2018 di Desa Plembutan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Temu Inklusi merupakan acara dua tahunan yang diinisiasi oleh Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia sebagai ruang berbagi, berjejaring dan konsolidasi gerakan Difabel (Penyandang Disabilitas) dalam mendorong terwujudnya Indonesia yang inklusif. Perintisan forum ini dimulai pada tahun 2014, dimana salah satu hasil nyatanya adalah munculnya gagasan konsep Desa Inklusif. Hingga saat ini, Desa Inklusif telah diinisiasi oleh SIGAB dan lebih dari tujuh organisasi lainnya di berbagai daerah.

Menurut Laporan Panitia Suharto, SS, MA Direktur Sasana Intergrasi dan Advokasi Difabel Indonesia dalam sambutannya mengatakan, beberapa tahun terakhir, cukup banyak upaya dan kerja nyata pemerintah, baik di tingkat lokal maupun nasional, baik sendiri maupun kolaboratif, untuk mendorong inklusi difabel. Di tingkat nasional, setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, penyusunan aturan turunannya sedang menjadi agenda pemerintah pusat dengan berkolaborasi dan mendengar masukan dari organisasi Difabel dan masyarakat sipil lainnya.

Tujuan digelarnya Temu Inklusi ini adalah untuk wadah berbagi pengalaman, sumberdaya dan jejaring antara organisasi-organisasi difabel maupun organisasi-organisasi masyarakat sipil, non-pemerintah, serta lembaga pemerintah dalam menguatkan upaya mewujudkan inklusi bagi difabel. Bagian dari kampanye penyadaran publik akan perspektif dan pemahaman positif atas keberadaan difabel dalam rangka mencapai kesetaraan dan inklusi sosial, menghasilkan rekomendasi bersama dan tindak lanjut kolaboratif antar pemangku kepentingan dalam pemenuhan hak difabel serta sebagai media ajang konsolidasi untuk penguatan advokasi yang berkelanjutan.

Beberapa daerah (Provinsi maupun Kabupaten/Kota juga telah mengesahkan peraturan daerah tentang difabel, penganggaran yang lebih responsif dan menjawab kebutuhan difabel, serta proses perencanaan pembangunan di tingkat daerah yang semakin partisipatif. "Semuanya adalah catatan baik yang harus diapresiasi dan terus diperluas. Demikian pula dengan organisasi masyarakat sipil dan proyek-proyek pembangunan yang telah mulai menempatkan isu difabel/disabilitas sebagai arus utama yang keterkaitannya tak dapat dipisahkan, bahkan harus selalu menjadi arus utama," kata Suharto.

Wakil Gubernur DIY Sri Paku Alam X dalam sebagian sambutannya mengatakan, istilah Difabel merujuk pada subjek yang sama dengan Penyandang Disabilitas (UU No. 8 Tahun 2016) atau istilah masa lalu Penyandang Cacat (UU No. 4 Tahun 1997). Istilah Difabel merupakan akronim dari differently able people (orang dengan kemampuan berbeda). Istilah ini dipromosikan oleh para aktivis gerakan advokasi difabel untuk menolak ideologi pencacatan dan menekankan bahwa mereka mempunyai kemampuan/kapabilitas tetapi hanya berbeda dalam cara (misalnya berbicara dengan bahasa isyarat) ataupun berbeda dalam penggunaan alat bantu (misalnya berjalan dengan kursi roda).

Betapapun banyak kemajuan dari sisi kebijakan, praktik, inovasi maupun mobilisasi sumberdaya dalam mendorong pemenuhan hak serta inklusi difabel, tantangan terbesarnya adalah masih sangat dirasakannya ketimpangan kesempatan, serta penikmatan atas hasil-hasil pembangunan bagi difabel dan kelompok rentan/minoritas lainnya. "Rendahnya angka difabel yang dapat mengenyam pendidikan dan akses lapangan kerja, hingga data difabel yang belum valid adalah sebagian bukti yang perlu dipertimbangkan," tuturnya.

Dia mengharapkan dengan penyelenggaraan Temu Inklusi 2018 ini akan memberikan kontribusi pada tantangan besar tersebut. Forum dua tahunan ini akan menggali dan membagikan solusi-solusi lokal, serta inovasi dalam meminimalisir hambatan dan mempromosikan terwujudnya masyarakat yang inklusif. Sadar bahwa mewujudkan masyarakat yang inklusif membutuhkan kolaborasi lintas disiplin, praktisi, pembuat kebijakan, aktor pembangunan masyarakat, pelaku bisnis dan usaha, serta aktor-aktor lain, ruang terbuka ini akan memfasilitasi dialog yang bertujuan menggalang pertukaran gagasan, menguatkan jejaring dan kerjasama, serta menyepakati agenda-agenda strategis.

Dengan demikian, diharapkan ruang bersama ini dapat berkontribusi pada pertukaran gagasan, kolaborasi yang lebih nyata, serta mendorong lahirnya kebijakan yang didasarkan pada bukti, kebutuhan dan praktik baik yang telah berjalan. Secara tidak langsung, ruang bersama ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada upaya Indonesia dalam mengimplementasikan berbagai instrumen global seperti Konvensi Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities (UN CRPD)), serta agenda 2030 Sustainable Development Goals (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Kegiatan tersebut dihadiri pula oleh Ibu Kristen Bishop dari Minister Consellor Govermance and Human Development Kedutaan Australia. Beliau mengatakan Australia sebagai negara tetangga sekaligus negara sahabat mendukung penuh upaya Pemerintah Republik Indonesia dalam memberdayakan kaum difabel. Apresiasi Negara Australia atas keberhasilan Indonesia dalam meningkatkan derajat hidup kaum difabel melalui program-program kekaryaan yang bertujuan meningkatkan derajat perekonomian penyandang disabilitas.

Diakhir acara ditanda tangani kerjasama dengan Komisi Yudisial dengan Direktur Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel Indonesia, yang bertujuan untuk memberikan akses pengadilan dan keadilan hukum bagi pelaku, korban maupun saksi.

Wagub DIY Sri Paku Alam X Membuka Temu Inklusi di Balai Desa Plembutan Playen Gunungkidul. Selasa (23/10) (rch)

Berbagi:

Pos Terbaru :