Syawalan Gubernur DIY dengan Bupati dan Masyarakat Bantul

Diskominfo>>Syawalan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwana X dengan Bupati Bantul dan jajaran pejabat berserta masyarakat Bantul dihadiri hingga lurah desa dan warga masyarakat Kabupaten Bantul berlangsung di Pendopo Parasamya Bantul, Kamis (13/6).

Acara diawali dengan ikrar syawalan yang disampaikan oleh Bupati Bantul Drs. Suharsono berserta Wakil Bupati H. Halim Muslih. Selain itu Bupati menyampaikan terima kasihnya kepada Gubernur DIY yang telah berkenan hadir dalam acara silaturahmi dan halal bil Halal di Kabupaten Bantul, semoga hal ini dapat mempererat tali silaturahmi serta menambah semangat dalam merajut kebersamaan untuk menata dan membangun Kabupaten Bantul.

Mewakili segenap jajaran aparat dan masyarakat di Kabupaten Bantul, sungkem pangabekti disampaikan Bupati kepada Gubenur DIY beserta Kanjeng Ratu Hemas, Bapak Wakil Gubernur dan Gusti Kanjeng Bendoro Raden Ayu Adipati Paku Alam Ke X . Pada kesempatan tersebut tak lupa bupati menyampaikan pula Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1440 H, minal aidin wal faizin mohon lahir dan batin.

Sementara dalam sambutan Gubernur DIY diantaranya menyampaikan bahwa jikalau kita resapi dalam kesadaran sejarah, saat ini rasanya mirip suasana pada tahun 1948. "Seperti kita mengalami perpecahan sejarah yang mengancam disintegrasi bangsa," katanya.

Menghadapi setuasi seperti ini, terang Gubernur, kala itu Presiden Sukarno menginisiasi dilakukan islah untuk meredam pergesekan politik. Hal tersebut disampaikan kepada KH Wahab. yang merupakan ulama sekaligus tokoh bangsa. Oleh KH. Wahab dijawab, untuk meredam pergesekan politik bukan hal sulit, karena saat itu suasana bulan ramadhan, kemudian tiba saat hari raya idul fitri, dimana segenap umat muslim diminta saling silaturahim untuk saling memaafkan. Namun Bung Karno mimta semua elemen bangsa untuk bersilaturahim dan saling bermaafan. Sehingga silaturahim nanti diistilahkan halal bil halal. Dari sejarahnya kata halal bil halal memang lahir dari kultur masyarakat Indonesia, tidak ada kosa kata arab. Bahkan bangsa arabpun tak mengerti maksudnya.

Bukankah situasi tahun 1948 itu, ada kemiripanya dengan keadaan tahun 2019 ini. Seakan kita terbelah menjadi dua golongan bangsa, konsekwensinya diperlukan upaya membangun Islah. Dalam kajian hukum islam , islah adalah memperbaiki, mendamaikan, mengembalikan harmoni kehidupan dan menghilangkan sengketa atau kerusakan. Atau menurut istilah , kalau dalam satu golongan terjadi perbedaan perlu ada pihak ketiga untuk menyatukan yang terpecah. "Sesungguhnya diantara umat islam itu bersaudara, maka jika ada yang berselisih damaikanlah," ungkap Gubernur.

Gubernur menyampaikan salah satu surat dalam Al Qur'an surat Al Hujurat ayat 10 yang artinya orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara, sebab itu damaikanlah. Perbaikilah hubungan antara kedua saudaramu itu. Dan bertaqwalah kepada Alloh supaya kamu mendapat rahmat.

Nilai-niali yang diajarkan kepada kaum muslim itu, seharusnya tidak hanya terwujud saat mengamalkan ajaran agama, namun hendaknya juga kita hayati dan tunaikan menjadi perilaku sehari-hari.

Di hari fitri ini marilah kita pererat kembali tali silaturahim antara anak bangsa, yang tak hanya sebatas berjabat tangan dan saling memaafan, melainkan menjadi kebersamaan kerjasama saling berbagi dan bersinergi dalam membangun peradaban yang bermartabat utk mengejar bangsa lain yang ada di dunia.

Menghadapi adanya iklim perpolitikan sekarang ini, lalu bagaimana kita yang berada di daerah harus bersikap untuk bekal bertindak. Pepatah jawa sudah mengajarkan 'ngeli tanpo keli' atau 'hanyut tapi tak ikut terhanyut'. Ibaratnya jika banyak pepohonan ditebang dihulu untuk kepentingan segelintir orang, janganlah kita yang dihilir menerima limbah yang dibawa air sebagai musibah. Jika di kalangan atas politik berbuah transaksi , jangan lah pula yang dibawah memakan tragedi. Intinya kita yang ada di daerah baik yang bersimpati kepada 01 maupun 02, keduanya amat terbuka untuk bersama-sama untuk memasuki gerbang islah kultural .

Dalam hal ini siapapun, termasuk OPD dapat berinisiatif dan berperan sebagai jembatan islah kebangsaan, perlunya prasarat legowo dari para pihak terkait. Tanpa lilo legowo dan kesediaan berpasrah diri keharibaan-Nya, rekonsiliasi atau Islah politik akan selalu menjadi beban politik nasional. Jangan dilupakan seorang muslim berkewajiban melestarikan nilai-nilai kehidupan dan kemanusiaan yang penuh harapan bukan kerusakan.

Untuk itu teriak keberingasan selama pemilu hendaknya digantikan dengan menghidupkan lantunan puisi Qur'ani. Seandainya Al Qur'an hanyalah buku hukum tanpa puisi, manusia sudah lama hidup dengan rohani yang kering. Tuhan memang bersabar dengan bahasa manusia , dengan perlambang-perlambang-Nya, dengan iraman-Nya, dengan seru dan roh-Nya, tidak mendikte karena puisi mengetuk lubuk hati terdalam. Menurut Qur'an sebagai puisi yang hidup, berarti menerima sabda tuhan bukan sebagai dekrit melainkan legowo atas panggilan-Nya dalam dialog , bukan sebagai intimidasi, tetapi kawedaran kasih sayang.

Dengan harapan seperti itulah, saya menyambut baik digelarkan silaturahim dan halal bil halal hari ini, memahami maaf dan memberikan kedamaian seraya menyampaikan selamat hari raya Idul Fitri I Syawal 1440 hijriah mohon maaf atas segala khilaf dan salah. Semoga Alloh selalu membimbing kita di jalan lurus-Nya akan tercapai.

Acara diahiri dengan berjabat tangan dengan Gubernur DIY dan Wakil Gubernur beserta istri. (Siti Zum)

Berbagi:

Pos Terbaru :