Kerajinan Bambu Muntuk, Lestari Lintas Generasi

Sebagai salah satu tanaman yang tumbuh subur di Indonesia, bambu menjadi tumbuhan yang dapat diolah dan memiliki banyak kegunaan. Bambu dapat dikreasikan menjadi ragam kerajinan. Seperti yang dilakukan masyarakat di Kalurahan Muntuk, Kapanewon Dlingo, Kabupaten Bantul, yang dalam kesehariannya menggantungkan hidup dari kerajinan anyaman bambu. Di sini tanaman bambu dapat disulap menjadi aneka perabot rumah tangga hingga souvenir cinderamata.  

Slamet Riyanto, salah satu pengrajin bambu dari dusun Karangasem, Kalurahan Muntuk mengaku, telah melakoni usaha kerajinan bambu secara turun-temurun. Berangkat dari arahan sejumlah pihak dan permintaan para konsumen, dirinya berhasil menciptakan ragam variasi kerajinan bambu seperti tudung saji, rantang, box laundry, tas, tempat lampu, dan lain sebagainya.

“Dulu dari dinas terkait sempat minta agar membuat kerajinan bambu itu jangan hanya tampah atau tambir saja. Lalu ini akhirnya sekarang tudung saji ada, tempat buah, box laundry, tas-tas,” kata Slamet.

Sebagai pengrajin bambu, Slamet juga tak memungkiri jika dirinya dituntut untuk terus berinovasi seiring dengan permintaan para konsumen yang menginginkan berbagai model.

“Saya awalnya sering ikut event pameran. Dulu ikut juga JIFFINA (Jogja International Furniture and Craft Fair Indonesia). Dari hasil pameran ketemu buyer kemudian pesan itu cuma ngasih contoh gambarnya saja terus saya buat sampel dulu. Nanti kalau sampel sudah oke baru kita mulai produksinya,” ujar Slamet.

Tak kurang dari 15 juta ruppiah setiap bulannya omset yang diperoleh Slamet sebagai pengrajin bambu. Ia menuturkan jika kerajinan bambu di Muntuk telah dikenal dan dipasarkan ke berbagai daerah. Menurutnya, mayoritas masyarakat di Kalurahan Muntuk 90% bermata pencarian sebagai pengrajin bambu, dan hingga kini dalam satu dusun tak kurang dari 600 orang menggantungkan penghasilan dari kerajinan bambu. Dalam sebulan, ia bersama karyawannya dapat mengerjakan pesanan hingga lebih dari 500 buah kerajinan.

“Omset pesanan bisa sampai 500 buah sebulan. Tapi kalau seperti tudung saji itu bahkan 2000 lembar, karena hitungannya lembaran kalau tudung saji. Di sini ada beberapa pengepul, ada juga yang memasarkan sendiri. Kalau pengepul di sini ada tiga termasuk saya juga pengepul ya juga memasarkan sendiri,” jelasnya.

Salah satu keunikan dari kerajinan bambu yang dihasilkan Slamet dan para karyawannya ialah pada pewarnaan kerajinan bambu yang dihasilkannya berasal dari proses alami, bukan dari cat kimia. Warna kuning menyala itu dihasilkan dari hasil pengasapan produk selama beberapa waktu.

Slamet juga menjelaskan jika pesanannya sedang membludak, bahan baku ia datangkan dari beberapa wilayah lain seperti Gunungkidul hingga Kulon Progo.

“Kalau ekspor terlalu banyak dan bahan bakunya kurang kami mendatangkan bahan dari luar seperti Gunungkidul itu di Pathuk dan Kulon Progo. Kalau Bantul ambilnya di sekitar Pajangan,” terang Slamet.

Usaha kerajinan bambu yang dikelola oleh Slamet tak hanya sekadar meneruskan apa yang dikerjakan oleh nenek moyang. Ia juga berharap dari usaha ini, agar di wilayahnya tidak ada warga yang menganggur.

“Saya sebagai pengrajin bambu di Muntuk, saya ingin jangan sampai di wilayah saya itu ada warga yang menganggur. Lalu saya juga ingin melestarikan dan pengembangan khususnya kerajinan bambu di wilayah saya. Kerajinan bambu Muntuk hidup dan menghidupi kami dari generasi ke generasi,” pungkasnya.  (Fza)

Berbagi:

Pos Terbaru :