Sarasehan Hari Penegakan Kedaulatan Negara, Sudahkah Kita Benar-Benar Berdaulat?

Pukul enam pagi pada 1 Maret 1949, ketika sirine tanda berakhirnya jam malam bergaung di Yogyakarta, pasukan TNI yang sebelumnya menyusup dan bersembunyi di rumah-rumah warga mulai melakukan serangan gerilya untuk melumpuhkan Belanda. Gerakan yang lantas dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret ini dinukil secara singkat oleh Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, saat memberi sambutan dalam Sarasehan Nasional Hari Penegakan Kedaulatan, Senin (25/2/2024) di Gedhong Pracimasana Kepatihan. 

“Dalam konteks sejarah bangsa, Serangan Umum 1 Maret dimaksudkan sebagai peristiwa politik militer dengan dampak internasional agar Republik Indonesia masih dianggap eksis meski pimpinan negara tengah ditawan. Jika ditarik ke masa kini, nilai-nilai perjuangan dalam Serangan Umum 1 Maret yang lahir dalam suasana memperjuangkan kemerdekaan harus terus dipelihara,” tutur Gubernur.

Di hadapan Forkopimda DIY, Bupati dan Walikota se-DIY, serta peserta sarasehan yang menyaksikan secara langsung maupun daring, Sri Sultan Hamengku Buwono X menerangkan pasca momentum Serangan Umum 1 Maret, banyak rentetan peristiwa setelahnya hingga akhirnya Belanda mengakui kedaulatan Indonesia.

“Eksistensi bangsa ini tergantung dari bagaimana membangkitkan perjuangan. Dan perjuangan kita sekarang bukan adu fisik melalui senjata saja, melainkan tentang menyemai kebajikan. Kedaulatan juga bukan hanya nostalgia masa lalu. Harus benar-benar diimplementasikan kedaulatan itu. Masyarakat juga harus berdaya karena di tengah masyarakat yang berdaya inilah kedaulatan rakyat bukan lagi mimpi, melainkan realita yang memperkuat pondasi kedaulatan negara di era modern,” imbuh Sultan.

Menyambung pernyataan tersebut, Dosen Ilmu Sejarah Universitas Gadjah Mada, Dr. Sri Margana yang juga didapuk sebagai moderator dalam sarasehan menyampaikan bahwa penting untuk mengimplementasikan kedaulatan dalam segala lini.

“Perlu kita tengok apakah kedaulatan benar-benar sudah kita nikmati hari ini. Secara politik, Indonesia sudah merdeka, diakui oleh negara-negara di dunia. Tapi di sisi lain, separatisme juga masih ada. Lalu bidang ekonomi. Dalam UUD, disebutkan bagaimana ekonomi dibangun berdasarkan asas ekonomi kerakyatan. Namun, banyak juga sumber daya alam kita yang dikuasai asing. Kedaulatan ekonomi kita jauh dari itu. Bagaimana dengan kedaulatan hukum? Budaya?” ujarnya.

Sementara itu, narasumber sarasehan yang merupakan Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia, Prof. Dr. Sulistyowati Irianto, tema sarasehan Kedaulatan yang Beradab Penentu Masa Depan Bangsa sungguh relevan di masa kini.

“Suatu bangsa akan celaka apabila generasi muda tidak paham kebudayaan. Karena kalau tidak paham, ya tidak akan paham politik, hukum, hingga ekonomi. Dan posisi Yogyakarta, di mata saya itu seperti pertahanan budaya bangsa karena Yogyakarta punya dasar-dasar falsafah dan gagasan konsep yang bagus. Secara faktual, Yogyakarta juga situs kebudayaan nasional yang penting dan merupakan episentrum intelektual,” tuturnya. (Els)

Berbagi:

Pos Terbaru :