Budaya Satriya dan Sudah Dewasanya Masyarakat DIY jadi Faktor Keberhasilan Partisipasi Pemilu 2024

Setelah berakhirnya pesta demokrasi masyarakat Indonesia, yaitu Pemilihan Umum 2024, Indonesia menghadapi tantangan dan peluang baru dalam berbagai bidang. Hal tersebut diangkat menjadi tema dalam acara Buka Bersama Pagar Nusa DIY, Minggu (07/04/2024) di Ponpes Sunan Kalijaga Gesikan, Bantul. 

Menurut sambutan Kapolda DIY yang diwakili oleh Direktur Intelkam Kombes. Pol. Benny Pramono, S.I.K., M.M., berdasarkan data KPU, partisipasi masyarakat DIY dalam Pemilu 2024 lebih dari 81%. Partisipasi masyarakat yang tinggi tersebut menunjukkan kesadaran masyarakat atas pentingnya keikutsertaan mereka dalam proses demokrasi. Selain itu, data tersebut menunjukkan bahwa masyarakat dapat secara aman dapat memberikan suaranya tanpa takut merasa terintimidasi. 

Namun, Benny menuturkan meskipun secara umum penyelenggaraan Pemilu 2024 berlangsung secara aman dan tertib, tetapi tidak terlepas dari berbagai macam perbedaan dan cara pandang yang terwujud dari narasi negatif di media sosial. 

“Dinamika-dinamika politik di masyarakat ini merupakan hal yang wajar karena dilakukan secara konstitusional berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku sehingga tidak menimbulkan pergerakan massa yang besar,” ujar Benny. 

Hal ini menunjukkan semakin dewasanya masyarakat dalam menyikapi perbedaan pilihan, dan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat sangat berpengaruh terhadap roda perekonomian dan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. 

“Diperkirakan kedepan, perputaran ekonomi masyarakat akan tetap solid,” lanjut Benny. 

Sejalan dengan hal tersebut, Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih mengungkapkan rasa syukur atas tercapainya pemilu yang aman dan damai, khususnya di wilayah DIY. Beliau menekankan bahwa keberhasilan ini tak lepas dari peran masyarakat yang terwadahi dalam entitas budaya. Salah satu pesan penting yang disoroti adalah pesan Sri Sultan Hamengku Buwono I tentang pentingnya budaya Satriya yang baru-baru ini disosialisasikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X.

“Budaya Satriya ini dimaksudkan agar masyarakat DIY mewarisi nilai-nilai seorang satria, yaitu greget nyawiji, sengguh ora mingkuh yang kini juga sudah menjadi peraturan Gubernur DIY,” tutur Halim. 

Selanjutnya, jauh sebelum Sri Sultan Hamengku Buwono I yang mengeluarkan ajaran satriya ini, Sultan Agung yang merupakan pendiri Kerajaan Mataram juga sudah mengajarkan adanya falsafah kehidupan yaitu, mangasah mingising budi, memasuh malaning bumi, dan hamemayu hayuning bawana. 

“Ajaran Sultan Agung maupun Sri Sultan Hamengku Buwono I inilah yang kini menjadi satu falsafah hidup masyarakat jawa yang menjadi entitas budaya di tengah masyarakat DIY,” tandas Halim (Ans)

Berbagi:

Pos Terbaru :