Hingga pertengahan bulan Oktober 2024, Pemerintah Kabupaten Bantul telah mulai mengoperasikan tiga tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST). Menyusul dua TPST yang telah beroperasi lebih dulu yakni ITF Pasar Niten dan TPST Dingkikan, Argodadi, Sedayu, kali ini giliran TPST Modalan Banguntapan yang resmi beroperasi mengelola sampah.
Kapanewon Banguntapan sebagai wilayah sub-urban menjadi salah satu wilayah penyumbang sampah terbesar di Kabupaten Bantul. Keberadaan TPST Modalan, selain diproyeksikan dapat mengelola 50 ton sampah per hari, juga diharapkan dapat menggerakan sektor ekonomi masyarakat sekitar. Seperti yang disampaikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul, Bambang Purwadi Nugroho, Selasa (15/10/2024) bahwa TPST ini melibatkan tenaga kerja dari masyarakat sekitar. TPST Modalan ditargetkan dapat beroperasi seratus persen pada 2026 nanti.
“Ini kan perlu kesiapan SDM-nya juga, operator harus dilatih, alat-alat juga harus di maintenance supaya performanya itu sesuai dengan indikator yang ditentukan. TPST Modalan ini memang kita desain bisa ramah lingkungan dan bermanfaat, tenaga kerja kita mengakomodir dari masyarakat sekitar. Sampai akhir tahun ini kita targetnya 15%, di 2025 meningkat 35%, nanti 100% di 2026,” ujarnya.
TPST Modalan Banguntapan mengelola sampah organik untuk dijadikan pupuk kompos, sementara sampah non organik akan diolah dan residunya akan disalurkan ke industri recycle sebagai campuran membuat paving blok.
Lain lagi dengan dua TPST yang sudah beroperasi lebih dahulu, Intermediate Treatment Facility (ITF) Pasar Niten yang mengolah sampah dari beberapa pasar rakyat di Bantul. ITF dengan kapasitas pengelolaan lima ton sampah per-hari ini menggunakan teknologi rotary kiln untuk mempercepat proses pengolahan sampah organik menjadi kompos.
Apabila diolah dengan alami, proses tersebut memerlukan waktu sekitar 21 hari, dengan rotary klin dapat dipersingkat hanya menjadi 5-6 hari. Saat ini terdapat 12 unit rotary kiln dengan kapasitas 1 ton per unit di ITF Pasar Niten. Untuk sampah non organik sendiri akan diolah menjadi bahan bakar pengganti atau refuse derived fuel (RDF)
RDF atau yang kerap disebut keripik sampah ini juga dihasilkan di TPST Dingkikan Argodadi, Sedayu yang sudah beroperasi sejak akhir Agustus 2024. Hingga awal oktober ini sudah mulai beroperasi dua modul di TPST Dingkikan dengan satu modul yang dapat mengolah 20 ton sampah, sehingga dengan total tiga modul yang akan beroperasi nantinya, TPST Dingkikan Argodadi diproyeksikan dapat mengolah 60 ton sampah per hari.
Pemkab Bantul sendiri telah menjalin kerja sama dengan PT Solusi Bangun Indonesia (SBI) yang ada di Cilacap, yakni perusahaan yang akan menerima RDF atau bahan bakar pengganti industri lanjutan. Pengiriman perdana RDF ini telah dilakukan pada Kamis (10/10/2024) lalu dengan total pengiriman 140 ton RDF.
Pengoperasian tiga tempat pengelolaan sampah terpadu yang ada di Kabupaten Bantul ini merupakan komitmen serius Pemkab Bantul untuk mengatasi persoalan sampah secara mandiri. Selain tiga TPST ini, Pemkab Bantul juga tengah menggarap tempat pengelolaan sampah dengan skala besar di Bawuran, Pleret. (Fza)