Mulanya Berkenalan dengan Antasena, Remaja Bantul Ini Kini Tekuni Tatah Sungging Wayang

Antasena dan Antareja, dua figur wayang ini pernah dihadiahkan kepada Reyza Ikhsan Nur Arianto, remaja 15 tahun asli Gadingsari, Sanden, Bantul, yang kini menekuni tatah sungging wayang. Kala itu, Reyza masih berusia empat tahun. Usai menonton pagelaran wayang kulit, simbah kakung Reyza memberinya mainan wayang kertas yang menjadi cikal bakal kecintaan Reyza pada dunia wayang.

“Satu minggu setelah dikasih wayang, sudah rusak. Karena langsung saya main-mainkan seperti perang. Rasanya itu, suka sekali sama wayang. Pertama kali diajak nonton wayang sama Bapak, nggak tahu kok langsung suka. Warna pada wayang itu terlihat mewah bagi saya,” ujar Reyza saat ditemui di kediamannya awal November lalu.

Berkelana dari pertunjukan wayang kulit dari satu desa ke desa lainnya, kecintaan Reyza terhadap wayang terus tumbuh. Ia bahkan memiliki lakon atau kisah pewayangan favorit, yakni Semar Mbangun Khayangan. Kecintaan ini yang mengantarkan Reyza pada dunia tatah sungging wayang, seni kriya yang melibatkan proses memahat dan mewarnai wayang.

“Waktu awal-awal pandemi covid, banyak waktu luang kan. Lebih banyak di rumah. Terus cari-cari kegiatan. Akhirnya mencoba belajar tatah sungging wayang. Enggak pakai kulit. Pakai alat-alat yang ada di sekitar rumah saja. Awalnya pakai bekas talang air,” cerita Reyza.

Pertama belajar menatah wayang, Reyza masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Ia mengaku belajar secara autodidak dari berbagai sumber. Tidak ada guru privat yang mengajari. Kendati begitu, Reyza hafal betul karakteristik wayang yang hendak dibuat. Baik itu bentuk wajah, aksesori yang dipakai, motif jarik, dan sebagainya. 

“Kebanyakan yang saya buat ini wayang gaya Yogyakarta. Sekarang lebih banyak membuat dari karton daripada bekas talang air,” beber Reyza.

Saat membuat wayang, meski tidak menggunakan kulit sapi, Reyza memperhatikan betul detail proses pembuatan wayang. Pakem-pakem menggambar wayang, tak pernah sekalipun Reyza lewatkan.

“Kalau menggambar wayang, saya mulai dari wajah dulu. Karena saya menggambarnya manual, tidak ngeblab atau menjiplak. Kenapa wajah dulu? Kalau di dunia wayang itu, wajah itu dihormati. Namanya mewanda. Bikin wanda artinya membuat raut muka, lalu ke properti-propertinya. Kalau dibikin dulu dari kaki, saya jamin seratus persen nggak bakal jadi. Karena menentukan proporsi dari wajah,” beber Reyza antusias.

Usai menggambar di atas karton, Reyza lantas menatah atau memahatnya perlahan. Menurut Reyza, proses ini yang paling sulit. Selain membutuhkan konsentrasi ekstra, jarak pahatan yang terlalu dekat bisa berakibat sobek karena tekstur karton yang lembut. Setelahnya, barulah Reyza mulai mewarnai wayang dengan cat tembok, cat minyak, atau akrilik. 

Selama membuat wayang, Reyza selalu merasa bahwa wayang yang dibuatnya seolah hidup. Bagi Reyza, ia selalu melibatkan rasa ketika berkarya. Apalagi ketika ia membuat tokoh wayang favoritnya, Antasena. Tokoh wayang satu ini barangkali dikenal kerap menggunakan Bahasa Jawa ngoko, tak mengenal tata krama. Tapi justru ini yang menunjukkan jati dirinya secara jujur tanpa basa-basi duniawi. Pula, Antasena terkenal sakti mandraguna.

“Saya suka sekali Antasena. Dia itu bisa jadi dirinya sendiri. Jati dirinya jelas. Mungkin terkenal urakan. Tapi aslinya baik dan sangat sakti,” ucap Reyza.

Saking sukanya pada dunia wayang, hal ini juga menggiring Reyza pada kesenian lain yang tak jauh-jauh dari wayang. Karawitan dan tari tradisional salah satunya. Saat ini, lebih dari enam alat musik gamelan yang bisa Reyza mainkan. Ia bahkan tengah bersiap mendaftarkan diri ke SMK 1 Kasihan jurusan karawitan mengingat tahun ini ia sudah berada di kelas 3 SMP. 

“Saya memang senang kok melakukan itu semua. Awalnya kan dari senang dulu. Tidak hanya wayang. Semua hal, kalau mau ditekuni harus senang dulu. Lalu, saya juga ingin melestarikan warisan nenek moyang. Kalau tidak dilestarikan, generasi berikutnya nanti tidak mengetahui secara langsung seperti apa to wayang itu? Jadi saya akan terus berkarya agar wayang selalu eksis,” pungkas Reyza. (Els)

Berbagi:

Pos Terbaru :