Tak lagi bekerja sebagai pahlawan devisa, Supardi, warga Sungapan, Kalurahan Sriharjo, Imogiri, Bantul, kini sukses mengembangkan usaha keripik tempe sagu dengan merek Keripik Satu Fito. Mantan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Negeri Jiran ini kini tak hanya mampu menciptakan produk yang diminati masyarakat, tetapi juga memberdayakan mantan TKI lainnya dalam usahanya.
Saat diwawancarai di rumah produksinya, Rabu (18/12/2024), Supardi mengaku sempat merantau ke Malaysia dan bekerja sebagai TKI selama tiga tahun. Namun, pada 2004, ia memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan merintis usaha kuliner.
"Saya dulu jadi TKI di Malaysia di bidang kilang minyak dan kilang alumunium. Setelah pulang (ke Tanah Air), saya tanya dan ajak teman-teman saya yang juga mantan TKI untuk buat usaha," tutur Supardi.
Langkah ini bukan sekadar membantu perekonomian mereka, tetapi juga memberikan kesempatan bagi para mantan pekerja migran untuk membangun kehidupan yang lebih stabil di kampung halaman.
Bermodal kemauan dan belajar secara otodidak, ia mencoba peruntungan dengan memproduksi keripik peyek di Magelang, Jawa Tengah dengan modal dari hasil bekerja di Malaysia. Sayangnya, usaha tersebut tidak berjalan mulus dan mengalami kerugian.
Tak ingin menyerah, Supardi kembali ke kampung halamannya di Bantul dan mulai mencari peluang baru. Pada 2012, ia menemukan ide untuk membuat keripik tempe sagu, camilan khas yang memadukan gurihnya tempe dengan kerenyahan sagu. Keunikan produk ini perlahan menarik minat pasar, hingga akhirnya berkembang menjadi bisnis yang menjanjikan.
"Sejauh ini, stok dan bahan-bahan pembuatan tempe sagu itu mudah didapatkan. Jadi, kami buat sendiri menjadi tempe sagu baru kemudian diolah lagi menjadi keripik tempe sagu," paparnya.
Kini, Keripik Satu Fito telah memiliki pelanggan setia dari berbagai daerah, termasuk Banyuwangi, Jawa Timur. Produk ini semakin diminati, terutama pada momen-momen tertentu seperti libur Natal dan pergantian tahun.
"Dalam kondisi normal, kami memproduksi sekitar 60 kilogram keripik per hari. Tapi saat musim liburan seperti sekarang, produksi meningkat hingga 80-90 kilogram per hari," ujar Supardi.
Lonjakan permintaan ini juga berdampak pada omzet yang diperoleh. Jika biasanya ia mengantongi sekitar Rp1,5 juta per hari, kini pendapatannya bisa mencapai Rp45 juta per bulan.
Dengan semangat pantang menyerah dan inovasi dalam usahanya, Supardi membuktikan bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya. Dari seorang mantan TKI, ia kini menjadi inspirasi bagi banyak orang yang ingin merintis usaha di tanah air. (Ans)