Sempat Diguyur Hujan, Tradisi Rebo Pungkasan Kalurahan Wonokromo Tetap Meriah

Upacara adat Rebo Pungkasan oleh masyarakat Kalurahan Wonokromo, Pleret, kembali dihelat. Dinamai Rebo Pungkasan, sebab upacara ini digelar setiap malam Rabu terakhir di bulan Safar atau “Sapar” dalam istilah Jawa. Tahun ini Upacara adat Rebo Pungkasan jatuh pada Selasa malam (19/8/2025). 

Lemper berukuran raksasa sepanjang 2,5 meter dengan diameter 50 centimeter menjadi ikon dari tradisi ini. Lemper raksasa ini kemudian diletakkan di atas ancak lalu diarak perlahan. Sejak tahun 2018 tradisi ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda dari Kabupaten Bantul oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Demikian disampaikan Lurah Wonokromo, Machrus Hanafi.

“Ini adalah sebuah peninggalan sejarah yang sudah menjadi warisan budaya tak benda. Harapan kami selain ini untuk melestarikan budaya juga dapat meningkatkan ekonomi masyarakat,” bebernya.

Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, yang turut hadir mengapresiasi Kalurahan Wonokromo yang telah melestarikan tradisi adiluhung yang sarat makna. 

“Upacara adat Rebo Pungkasan di Kalurahan Wonokromo ini dimaksudkan untuk tolak bala. Maka setiap rabu terakhir dibulan safar ini para tokoh di Kalurahan Wonokromo menganjurkan untuk banyak-banyak bersedekah, dan malam ini ada simbol lemper yang dibuat sangat besar. Sesungguhnya ini adalah sebuah simbolik dari upaya kita bersedekah kepada banyak orang. Karena sedekah itu memang tolak bala,” tutur Bupati.

Meski sempat diguyur hujan, penyelenggaraan upacara adat ini tetap menarik antusias masyarakat untuk menyaksikan. Selepas maghrib, masyarakat telah berjejer di sepanjang rute arak-arakan lemper raksasa, dari jalan dari Masjid Al-Huda Karanganom hingga pendopo Kalurahan Pleret. (Fza)

Berbagi:

Pos Terbaru :