Paguyuban Jagabaya Tunggul Wulung bekerja sama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bantul dan Pemerintah Kabupaten Bantul menggelar bimbingan teknis “Tata Cara Pengurusan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan Melalui BPN Mitra Desa bagi Jagabaya se-Kabupaten Bantul”. Kegiatan ini berlangsung pada Selasa (2/9/2025) bertempat di Bangsal Rumah Dinas Bupati Bantul.
Bimbingan teknis ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas jagabaya dalam memahami prosedur penanganan sengketa dan administrasi pertanahan di tingkat desa. Para jagabaya diharapkan dapat menjadi mitra aktif dalam menyelesaikan persoalan-persoalan pertanahan yang sering terjadi di wilayah masing-masing.
Hadir sekaligus meresmikan bimtek tersebut Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih. Dalam sambutannya, Halim menyampaikan bahwa jagabaya adalah pamong yang mendapat mandat dari negara untuk mengurus masalah pertanahan. Karenanya jagabaya harus memahami tugasnya dengan baik sehingga kasus seperti Mbah Tupon ataupun masalah tanah waris yang berlarut-larut tidak terjadi lagi.
“Jagabaya mendapatkan mandat dan amanat yang berat tetapi mulia, yaitu memastikan masalah pertanahan di Kabupaten Bantul clear, jelas, memiliki landasan hukum yang kuat dan dikelola secara benar sesuai peraturan perundang-undangan,” ujar Halim.
Tanah, menurut Halim, merupakan faktor produksi, sosial, dan ekonomi sehingga permasalahan yang berkaitan dengan tanah harus diselesaikan sesegera mungkin. Di sinilah peran strategis jagabaya diperlukan. Untuk itu, Halim menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya bimtek ini. Ia berharap melalui bimtek peningkatan kapasitas, pengetahuan dan kemampuan para jagabaya meningkat sehingga bisa melaksanakan amanat dengan lebih baik.
Senada dengan Halim, Ketua Paguyuban Jagabaya Tunggul Wulung, Supriyanto, juga mengatakan bahwa selama ini banyak masyarakat mengalami masalah pertanahan dan butuh pendampingan jagabaya. Oleh karena itu, melalui bimtek dan kemitraan dengan BPN ini, ia ingin para jagabaya semakin cakap menuntaskan pengurusan masalah pertanahan secara murah, cepat, akurat, dan mudah. “Dan kami juga akan menghilangkan tagline yang sering disebut masyarakat, bahwa mengurus pertanahan itu susah, berat, serta mahal dan lama,” pungkas Supriyanto.
Sementara itu Ketua Paguyuban Jagabaya Tunggul Jati, Bejo, turut menyatakan bahwa permasalahan tanah ini akan selalu ada mengingat tanah adalah sumber daya terbatas namun penggunanya semakin banyak. Sehingga untuk mengantisipasi hal ini, diperlukan pengamanan hak milik melalui administrasi yang tertib dan sah menurut hukum. Sementara di sisi masyarakat, masih banyak yang kurang terinformasi mengenai pengurusan administrasi, termasuk saat bagi waris.
“Di sini jagabaya menjadi ujung tombak karena memegang data, baik data fisik maupun data yuridis sebagian. Data yang diperoleh BPN dari kalurahan akan menjadi acuan. Sehingga jagabaya sebagai kasi benar-benar berperan,” ungkapnya.
Berlanjut pada sesi pemaparan materi, Ketua BPN Kabupaten Bantul, Tri Harnanto berpesan agar jagabaya tegas dalam menjalankan tugas, terutama dalam penataan batas dan layanan pendaftaran pertama. Ia juga menjelaskan tantangan ke depan akan semakin banyak. Dalam dua tahun terakhir perkara dan sengketa tanah di Bantul cukup tinggi dan secara tidak langsung hal ini menunjukkan peningkatan value tanah. Hal ini dikuatkan dengan arah pembangunan ekonomi D.I. Yogyakarta ke arah selatan, dibuktikan dengan gencarnya pembangunan infrastuktur di sisi selatan. Namun implikasinya, jika value tanah meningkat maka potensi kasus mafia tanah juga akan mengikuti.
“Sehingga yang harus hati-hati adalah kaitannya dengan dokumen atas hak tanah. Pemegang kunci dokumen adalah jagabaya. Nah, ini yang perlu kita cermati, kondisi-kondisi yang ada di Bantul terkait dengan value tanah,” jelas Tri Harnanto.
Dalam kesempatan ini Kepala BPN juga mengklarifikasi pernyataan terkait tanah terlantar dua tahun akan diambil negara. Menurutnya hal ini terbatas pada tanah yang berasal dari proses pemberian hak kepada bahan hukum, terutama badan hukum dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT), baik yang berupa investasi bangunan maupun investasi usaha. Jika pemerintah sudah memberikan hak namun dalam dua tahun tidak ada aktivitas baik pengurusan izin, pembangunan, atau pengelolaan, maka tanah tersebut terindikasi terlantar. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi beberapa praktik kecurangan yang mungkin dilakukan. Sementara untuk tanah milik perseorangan, hukum ini tidak berlaku. (Jhn)