Sambutan tertulis Bupati Bantul tersebut dibacakan Asek II Drs Suryanto Sabtu ( 15/3 ) saat membuka Sarasehan dan Pergelaran Wayang Kulit yang diselenggarakan oleh Sanggar Kebudayaan Jawa Lestari Budaya Sanden Bantul, di Dusun Piring Kalurahan Murtigading, Sanden. Sarasehan yang juga diwarnai dengan dialog dan tanya jawab tersebut antara lain menampilkan pemakalah Mas Lurah Cermo Sutejo ( Red : dalang wayang kulit ) dengan judul makalah Pagelaran Wayang Kulit Dahulu, Sekarang dan Masa Yang Akan Datang, serta Kakan Humas-Informasi Pemkab Bantul Sunarto SH MM berjudul Seni Budaya Wayangan Sebagai Media Rekonsiliasi Paska Gempa 27 Mei 2006.
Menurut ketua panitia penyelenggara, Drs Wagiyo SH, sarasehan yang berlangsung sehari dan malam harinya dilanjutkan pentas seni wayang kulit menampilkan tiga dalang tersebut, antara lain bertujuan untuk tetap melestarikan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang berakar seni budaya lokal. Di lain pihak, juga sebagai bentuk kepedulian sanggar terhadap program gelar rekonsiliasi paska gempa bumi 27 Mei 2006, kata Wagiyo. Sedangkan malam harinya ( Red : malam Minggu ), dilanjutkan pentas wayang kulit semalam suntuk menampilkan tiga dalang secara berurutan. Ketiga dalang tersebut masing-masing Sri Mulyono ( Ketua Pepadi Bantul ), Ki Sunanto, dan Ki Genter dengan mengambil lakon Durgo Ruwat.
Sementara itu Mas Lurah Cermo Sutejo dalam sarasehan tersebut antara lain mengatakan bahwa dalang lebih nampak berwibawa, wingit,sakral dan benar-benar ngudal piwulang reh tata krama, sopan santun dan budi pekerti. Hal itu terlepas dari kemampuan dalang seperti antawacana, janturan, sulukan, sabetan, dhodhogan, keprakan, pakeliran dan gending-gending.
Sedangkan Kakan Humas dan Informasi Pemkab Bantul antara lain mengatakan bahwa penonton pergelaran wayang kulit, akhir-akhir ini umumnya pulang meninggalkan arena prgelaran wayang kulit setelah usai Limbukan. Padahal menurut Kakan Humas Bantul Sunarto SH MM, inti sari sesungguhnya dari cerita atau lakon yang dimainkan belum sampai puncaknya. (sus)