Menurut Kepala Disbudpar Kabupaten Bantul Drs. Bambang Legowo MSi saat ditemui di Pendopo Parasamya tempat lomba berlangsung mengatakan bahwa Festifal Kesenian Tradisional berupa Seni Karawitan ini merupakan salah satu bentuk pelestarian kesenian daerah khususnya Seni Karawitan Gaya Yogyakarta. Selain itu juga untuk meningkatkan apresiasi dan mengenalkan garap penyajian seni karawitan, khususnya Gendhing-Gendhing Mataram Gaya Yogyakarta kepada masyarakat.
"Melalui kegiatan ini diharapkan mampu memupuk kesadaran cinta budaya bangsa dan meningkatkan rasa memiliki terhadap budaya bangsa sejak dini," kata Bambang.
Menurut Bambang, FKT yang diikuti oleh 17 kelompok dari 17 kecamatan ini akan berlangsung selama dua hari, hari pertama menampilkan 7 kelompok dan hari kedua menampilkan 10 kelompok. Lomba tersebut akan diambil 6 penyaji terbaik, pengendang terbaik, perebab terbaik, penggender terbaik dan pesinden terbaik.
Gendhing yang akan ditampilkan yaitu Gendhing Wajib : Lancaran Projotamansari Laras Pelog Pathet Nem, Gendhing Soran/Lirihan dan Gendhing Dolanan. Peserta wajib mengenakan Busana Kejawen Mataram Gaya Yogyakarta. Gamelan yang disediakan panitia adalah Gamelan yang berlaraskan slendro dan pelog. Durasi 20 menit. Sedangkan Tim Yuri akan menilai yang meliputi aspek : Pemilihan materi gendhing sewsuai SDM, Garab, Kreatifitas, penampilan , Penampilan dan harmoni/keselarasan.
Sementara dalam sambutan Bupati bantul yang juga dibacakan oleh Kepala Dibudpar kabupaten bantul Drs. Bambang Legowo MSi. Diantranya mengatakan bahwa seni gamelan Jawa mengandung nilai-nilai historis dan filosofis bagi bangsa Indonesia. Secara historis, masyarakat Jawa sebelum adanya paengaruh Hindu telah mengenal banyak keahlian, diantaranya ayang dan gamelan. Secara filosofis gamelan Jawa merupakan satu bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa.
Bagi Masyarakat Jawa, tambah Bupati, gamelan juga mempunyai fungsi estetika yang berkaitan dengan nilai-nilai sosial, moral dan spiaritual. Dalam suasana bagaimanapun suara gamelan mendapat tempat di hati masyarakat. Hal tersebut dapat sebagai sarana untuk mendidik rasa keindahan seseorang, rasa kesetiakawanan yang akhirnya menumbuhkan tingkah laku sopan, yang mempengaruhi jiwa menjadi sehalus alunan gendhing Jawa.
Namun, terang Bupati, kenyataan sangat memprihatinkan, karena generasi muda saat ini mempunyai stigma tentang seni karawitan yang dianggap musiknya generasi tua. Pelaku kesenian tradisional ini bagaikan orang asing di negeri sendiri, bahkan acap kali para penggemar dan pelaku seni karawitan dianggap aneh dan ketinggalan jaman.
"Untuk itu kami senantiasa mengajak kepada kita semua, terlebih generasi muda untuk ikut melestarikan seni karawitan sebagai wujud kebudayaan lokal yang tidak hanya dicintai oleh masyarakat Indonesia melainkan menjadi sesuatu yang bisa dibanggakan dimata masyarakat internasional," harap Bambang Legowo.
Menurut Dodik Kusharyanto lomba Seni Karawitan tersebut terdapat tiga yuri diantaranya Drs. Trustho. M. Hum. dari ISI Yogyakarta, DR. Raharjo dan Ki Murjono dari Pangkur Jenggleng TVRI Yogyakarta. (Sit)