"Di Segoroyoso sendiri ada sekitar 20 produsen krecek karena di sana sentra pemotongan sapi," kata Kepala Dinas Perindagkop Kabupaten Bantul Drs. Sulistyanto P Md. Beberapa waktu lalu.
Sejatinya,industri makanan krecek memeng sangat terkait dengan hewan sapi, karena bahan baku utama krecek adalah kulit sapi atau kerbau. Menurutnya, dalam sehari di segoroyoso biasanya sekitar 30-an ekor sapi yang dipotong .
Jumlah tersebut tentu tidak mencukupi untuk keperluan pembuatan krecek. Ia mengungkapkan, kerajiann krecek bahkan membutuhkan berton-ton bahan baku kulit sapi atau kerbau. Maka dari itu, para pengrajin pun terpaksa mendatangkan bahan baku pembuatan krecek dari luar daerah.
Menurut Sulis, dewasa ini sebagaian besar atau sekitar 90 persen bahan baku krecek diambil dari makasar Sulawesi Selatan. Kondisi tu pada akhirnya menyebabkan tingginya biaya produksi. Sulis menerangkan, bila bahan baku kulit sapi/kerbau diambil langsung dari pemotong sapi maka harganya Rp.40 ribu-Rp 50 ribu per kg. Akan tetapi melalui pihak perantara, harganya melambung menjadi Rp 79 ribu per kg.
Kendala bahan baku ini membuat daya saing produk krecek jadi tidak kompetitif, jika dijual dalam bentuk olahan harganya akan mahal. Di Makasar sendiri, terang Sulistyanto, kulit sapi dan kerbau tidak ada yang mengolah dalam bentuk krecek.
Namun dia menjamin pula bahwa bahan baku untuk membuat krecek di wilayahnya tidak ada yang berasal dari kulit sortiran untuk bahan kerajinan. "Tidak ada inti kimianya yang masuk kedalam bahan baku untuk membuat krecek, karena kami melakukan pengawasan secara rutin. Waktu ada isu kami telusuri dan tidak ada. Kalau ada bahan krecek dari kulit sortiran bahan kerajinan kulit itu produksinya berasal dari luar Bantul yang kemungkinan masuk ke pasar Bantul, " jelas Sulis.
Sementara itu, salah satu produsen krecek dari Dagaran Palbapang Sapardi Hadisiswanto, mengakui mengalami hambatan dalam mendapatkan bahan baku krecek, jarena harus membeli di Makasar. Sedangkan bahan baku dari DIY sendiri tidak ada, kalaupun ada jumlahnya sangat sedikit.
Ia mengaku mulai membeli bahan baku kulit sapi /kerbau dari Sulawesi sejak 1995-an. Saat ini, katanya permintaan terhadap krecek semakin banyak. "Padahal pembelinya hanya dari wilayah DIY/Jateng, " jelas pemilik rumah produsen 'Krecek Bu Ipik' itu.
Dipaparkan, permintaan terhadap krecek bisa meningkat dua kali lipat ketika menjelang lebaran. "Kalau hari biasa bisa sehari hanya bisa membuat krecek sekitar 2,5 kuintal, tetapi menjelang lebaran bisa mencapai 5 kuintal," kata Sapardi.
Begitu pula pada musim hajatan, permintaan sama ramainya. Usahanya pun kini semakin berkembang. Sapardi pertama kali membuka usaha produksi krecek pada tahun 1985. Hingga thun 2000-an usaha tersebut hanya dilakukan sendiri dan keluarga. Namun sekarang, ia sudah mempekerjakan sebanyak 40 orang tenaga kerja. Saat ini, kreceknya selain di wilayah Kabupaten Bantul juga sudah dipasarkan ke wilayah Kabupaten Kulonprogo, Pasar Beringharjo, Kudus, Pekalongan dengan harga beragam.
Menurut Sapardi dirinya bisa menjual krecek dengan harga mentah Rp 84 ribu per kg, Rp. 140 ribu harga jadi untuk sayur, untuk lauk makanan Rp. 185 ribu per kg. Jenis kulit yang diungkep Rp.185 ribu untuk sayur, yang gurih siap makan Rp. 210 ribu per kg. (Sit)