Menurut Sekretaris Bappeda Bantul Ari Purwaningsih mewakili Kepala Bappeda dalam sambutannya mengatakan, pentingnya peran Kepala Desa, Camat dan OPD terkait dalam mengintensifkan pencegahan tindak pidana perdagangan orang. " Maraknya pemberitaan perdagangan orang yang menimpa sebagian besar anak-anak dan perempuan, membuat miris kita bersama, " kata Ari.
Tindak pidana human trafficking yang terorganisir maupun tidak terorganisir baik luar negeri maupun dalam negeri, harus kita cegah. Amanat Undang-undang No.21 Tahun 2007 pasal 57, pencegahan trafficking menjadi tugas bersama yang wajib dilakukan oleh pemerintah, masyarakat dan keluarga.
Lebih lanjut Ari mengatakan, tujuan Undang-undang Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang ( UU PTPPO) menyediakan landasan hukum yang kuat untuk mencegah perdagangan orang, memberantas praktek perdagangan orang dengan menghukum para pelakunya, melindungi korban perdagangan orang dan sebagai komitmen resmi negara untuk pemberantasan perdagangan orang.
"Faktor-faktor yang membuat seseorang rentan terhadap trafficking seperti: kemiskinan, pendidikan rendah, pengangguran, migrasi keluar desa dan keluar negeri, ketahanan keluarga yang rapuh, konsumerisme, penegakkan hukum yang masih lemah serta kesadaran masyarakat dan pemerintah tentang trafficking yang belum memadai," ungkapnya.
Sementara itu Sri Sulandari dari Yayasan Sekretariat Anak Merdeka Indonesia (SAMIN) sebagai narasumber, dalam paparannya, trafficing merupakan tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan hutang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, dengan tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.(UU No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang)
" Tindak trafficking tidak hanya merampas HAM tapi juga menjadikan korban rentan terhadap kecelakaan, penyakit, dicap buruk oleh masyarakat, trauma bahkan kematian, yang menderita bukan hanya korban dan keluarganya, tapi masyarakat turut merugi kehilangan produktifitas dan peningkatan kriminalitas," ujar Sulandari.
Lebih lanjut dia memaparkan, bentuk-bentulk trafficing yang terjadi di Indonesia seperti : menjadikannya pelacur, mempekerjakan di Jermal atau penangkapan ikan ditengah laut, menjadikannya sebagai pengemis yang terorganisir, menjadikannya sebagai pembantu rumah tangga dengan jam kerja yang panjang, mengadopsi anak untuk diperjual belikan, pernikahan dengan warga asing untuk tujuan eksplorasi, menjadikannya terjun ke dunia pornografi/pornoaksi dan pengedar obat terlarang.
"Lantas siapa saja yang bisa menjadi pelaku trafficking, berdasarkan pengakuan korban, mereka dijual oleh keluarganya sendiri seperti orang tua, kakak atau adik, sahabat dekat atau tetangga, calo tenaga kerja, sindikat terorganisir baik luar negeri maupun dalam negeri, aparat negara di tingkat lokal maupun Nasional, agency penyalur tenaga kerja dalam maupun luar negeri ataupun kalangan swasta," jelasnya.
Metode atau cara modus perdagangan orang melalui iming-iming gaji yang besar, pemalsuan identitas dokumen, menyembunyikan identitas, larangan berkomunikasi dengan keluarga selama dalam penampungan, pemungutan biaya administrasi yang besar, tidak ada kontrak kerja yang jelas, penempatan kerja yang berubah-ubah dan penundaan mulai kerja dengan alasan yang tidak jelas.
Menutup serangkaian paparannya, narasumber menekankan kewajiban pemerintah daerah untuk wajib membuat kebijakan, program, kegiatan dan mengalokasikan anggaran untuk melaksanakan pencegahan, penanganan masalah perdagangan orang. "Sinergisitas antar OPD yang terkait dengan pemerintah desa sangat penting diwujudkan," tambahnya. (rch)