Meriah, Lemper Raksasa di Rebo Pungkasan Ada Lagi Pasca Pandemi

Upacara Rebo Pungkasan, dinamai demikian, karena upacara ini dilaksanakan pada malam Rabu terakhir di bulan Safar, atau biasa disebut “Sapar” oleh kalangan masyarakat Jawa. Upacara Rebo Pungkasan digelar sebagai wujud syukur sekaligus pengharapan agar dijauhkan dari segala bentuk malapetaka. Selasa malam (20/9), bertempat di Pendopo Kalurahan Wonokromo, masyarakat kembali menggelar tradisi Rebo Pungkasan, setelah dua tahun dilaksanakan secara sederhana karena pandemi Covid-19. 

Tradisi Rebo Pungkasan tidak lepas dari keberadaan seorang pemuka agama di Wonokromo bernama Kyai Faqih Usman. Dirinya tersohor sebagai pribadi yang memiliki ilmu agama dan ketabiban. Peristiwa Rebo Pungkasan ini sebagai penanda waktu pertemuan Kyai Faqih dengan Sultan Agung yang pernah memimpin semasa Mataram Islam memusatkan pemerintahnnya di wilayah Kerto, Pleret. 

Keunikan dalam tradisi ini ada pada pemilihan simbol atau ikon berupa lemper raksasa dengan panjang kurang lebih 2,5 m. Konon, lemper dipilih sebagai ikon karena merupakan kudapan favorit Sultan Agung. Lemper raksasa  tersebut diarak bersama dengan gunungan. Arak-arakan dimulai dari Masjid Al-Huda, Karanganom, dan finis di Kalurahan Wonokromo. 

Pada panggung utama yang berlokasi di Pendopo Kalurahan Wonokromo juga ditampilkan berbagai kesenian seperti geguritan dan juga Tari Rodad. Selain itu ada pula dialog bersama dengan Kementerian Desa PDTT, Kemendikbud, dan juga Bupati Bantul.

Ditemui usai acara, Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih mengapresiasi salah satu warisan budaya tak benda yang dimiliki masyarakat Kalurahan Wonokromo. "Dengan tradisi ini warga Wonokromo khsusunya akan semakin menyadari pentingnya pelestarian budaya adiluhung, budaya yang bisa mendorong kita lebih produktif, golong gilig, lebih kompak untuk mencapai kebaikan-kebaikan dan kemaslahatan," pungkas Halim.

Berbagi:

Pos Terbaru :