Menciptakan lingkungan pendidikan nyaman dan aman merupakan salah satu hak anak yang harus dipenuhi. Salah satunya dengan membangun sekolah ramah anak yang tak hanya menjadi tempat untuk menggali ilmu secara akademik, tapi juga membangun karakter anak sebagai aset atau investasi bangsa di masa depan.
Terkait hal tersebut, Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Keolahragaan (Disdikpora) Kabupaten Bantul melakukan penilaian terhadap 1.765 sekolah yang ada di Bantul untuk mengukur sejauh mana komitmen sekolah dalam mewujudkan sekolah ramah anak. Sekolah yang dinilai merata dari jenjang PAUD hingga SMP. Dari jumlah tersebut, muncul 433 sekolah yang meraih penghargaan Sekolah Ramah Anak dengan predikat sangat baik.
“Dari sekolah-sekolah yang kita nilai, 433 sekolah memiliki predikat sangat baik. Kemudian untuk predikat baik, ada 274 sekolah. Sisanya cukup, bahkan kurang. Ini jadi PR (Pekerjaan Rumah) kita bersama. Karena Sekolah Ramah Anak ini penting. Kita ingin anak-anak belajar dengan nyaman. Kita ingin tidak ada lagi bullying (perundungan) di sekolah. Ini juga dukungan agar Bantul dapat menjadi Kabupaten Layak Anak,” ujar Kepala Disdikpora, Isdarmoko, saat penyerahan penghargaan sekolah ramah anak di Gedung Mandhala Saba, Senin (8/5/2023).
Mengamini hal tersebut, Bupati Bantul menekankan terwujudnya Kabupaten Layak Anak adalah tanggung jawab bersama yang tidak akan berhenti saat pencapaian itu berhasil diperoleh. Melainkan bagaimana menjaga dan bagaimana keberlangsungan program tersebut ke depan. Sebab, pembangunan sebuah Kabupaten disinyalir akan liar apabila tidak serius menggarap pemenuhan hak anak.
Sementara itu, penyerahan penghargaan sekolah ramah anak dipungkas dengan sesi interaksi daring bersama sekolah-sekolah yang bergabung via zoom. Dalam sesi ini, Bupati Bantul Abdul Halim Muslih, dan Wakil Bupati Bantul, Joko Purnomo, banyak bertanya soal bagaimana upaya menerapkan sekolah ramah serta hambatan apa saja yang dihadapi oleh sekolah.
Dari hasil interaksi ini, sekolah-sekolah diimbau untuk bersurat kepada Disdikpora terkait hambatan yang dialami dalam menciptakan Sekolah Ramah Anak. Sehingga, hambatan ini bisa didiskusikan ulang untuk memformulasikan solusi yang tepat guna. (Els)