Merespon keluhan masyarakat terkait maraknya peredaran minuman keras (miras) dan minuman beralkohol (mihol) di lingkungan mereka, Pemerintah Kabupaten Bantul berikan tanggapan. Sekretaris Daerah Kabupaten Bantul, Agus Budiraharja mengatakan, Pemkab Bantul telah mengatur tentang peredaran miras melalui Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bantul nomor 4 Tahun 2019 tentang Pengendalian, Pengawasan Minuman Beralkohol dan Pelarangan Minuman Oplosan.
Terkait perizinan, Sekda menyebut saat ini setidaknya ada 24 unit usaha yang belum memiliki izin paripurna di Bantul. Agus menjelaskan, banyak pengusaha yang menganggap Nomor Induk Berusaha (NIB) sebagai izin peredaran mihol. Padahal, seusai NIB terbit, pengusaha masih harus mengurus izin untuk memperjualbelikan mihol.
“Kadang pengusaha sering kali salah mengartikan tentang Nomor Induk Berusaha (NIB) yang proses perizinannya melalui Online Single Submission (OSS). Nomor Induk Berusaha itu induk dari awal berusaha, untuk izin berikutnya kalau miras itu harus ada SIUP, izin edarnya semuanya harus lengkap, itu yang namanya berizin, sesuai apa yang menjadi izin usahanya. Yang sering kali diklaim itu mereka baru punya NIB, itu terbitnya bukan dari Pemkab Bantul. Itu dari aplikasi pusat yang dinamakan OSS, jadi hanya melampirkan KTP, KK, usaha apa dan sebagainya, kemudian keluar NIB nah itu sebenarnya untuk mengurus izin berikutnya,” beber Agus saat ditemui di ruangannya, Kamis (31/10/2024).
Komitmen Pemkab Bantul terkait peredaran miras dan mihol dilakukan dengan optimalisasi penegakan Perda secara lebih masif. Menyusul Instruksi Gubernur DIY Nomor 5 Tahun 2024 tentang optimalisasi dan pengawasan minuman keras, pada Kamis (31/10/2024) Pemerintah Kabupaten Bantul resmi mengeluarkan Instruksi Bupati (Inbup) Nomor 4 Tahun 2024 tentang Optimalisasi Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol Serta Pelarangan Minuman Oplosan.
“Penegakan Perda itu harus dilakukan lebih masif lagi daripada kemarin. Kita mengeluarkan Instruksi Bupati, menindaklanjuti Instruksi Gubernur terkait dengan peredaran minuman keras itu. Kalau tantangan menegakkan Perda, penolakan tentang penegakan sebuah Perda itu pasti tidak bisa memuaskan semua pihak. Ada pro dan kontra, bagi pengusaha atau masyarakat yang membutuhkan itu (miras) pasti kontra,” terang Agus.
Lebih lanjut, Agus menegaskan bahwa regulasi disusun dengan mempertimbangkan seluruh komponen masyarakat. Didalamnya juga telah diatur mengenai lokasi penjualan miras, segmentasi pasar dan hal-hal lainnya. “Makanya Perda kita itu tidak terus melarang peredaran miras, tetapi optimalisasi, disitu ada aturan seperti jaraknya, dimana harus menjual, segmen pasarnya siapa dan seterusnya,” imbuhnya.
Komitmen serius terkait pengendalian miras dan mihol ini juga dibuktikan dengan penutupan toko atau outlet yang disinyalir menjual miras dan tidak mengantongi izin usaha. “Sore ini Satpol PP bersama Dinas Perdagangan dan Forkopimda bergerak bersama. Satpol PP melakukan penyegelan warung-warung atau outlet yang menjual miras dan tidak sesuai dengan Perda kita,” katanya.
Lebih jauh, Agus mengatakan penegakan Perda ini sebetulnya telah dilakukan sejak aturan diterbitkan. “Pelanggar itu begitu, misal hari ini ditutup nanti seminggu dua minggu lagi buka. Ya kucing-kucingan tapi Pemerintah tetap harus hadir, nggak bosan. Pemerintah akan selalu hadir, namanya ada Perda itu harus ada tindak lanjut penegakan. Berapa yang ditutup, ditangkap, disidangkan dan denda yang harus dibayarkan itu kita punya,” lanjut Agus.
Terkait peredaran miras dan mihol, Agus berharap seluruh elemen masyarakat dapat berkolaborasi untuk mengontrol peredarannya. Masyarakat dapat melaporkan secara langsung apabila menemui usaha yang tidak sesuai regulasi.
“Partisipasi masyarakat Bantul ini tinggi, kita punya contoh baik tentang Kalurahan Anti Penyakit Masyarakat, Kampung Bersih Narkoba, kemudian Jagawarga. Kamu persilakan untuk melapor kepada kami, ada Lapor Bantul, Lewat DPMPTSP, atau langsung Satpol PP bila ada indikasi seperti itu. Jangan main hakim sendiri karena bukan kewenangannya,” pungkasnya. (Fza)