Sebuah usaha kreatif berbahan dasar limbah batok kelapa berhasil mencuri perhatian pasar lokal hingga mancanegara. Adalah Ibu Haryanti (54 tahun), pelaku UMKM asal Bantul, yang sejak tahun 2002 merintis usaha souvenir dan tas dari batok kelapa secara autodidak. Berawal dari membuat kancing baju, kini produknya telah menembus pasar ekspor dan dipromosikan di berbagai bandara di seluruh Indonesia.
“Awalnya saya belajar sendiri, mulai dari bikin kancing baju dari batok kelapa. Waktu itu belum ada mesin, jadi saya rakit alat sendiri. Setelah kancing, berkembang ke gantungan kunci, bros, dan akhirnya tas,” ungkapnya.
Meski pernah mengalami masa sulit, termasuk saat gempa dan pandemi COVID-19, usaha ini tetap bertahan. Dengan ketekunan dan inovasi yang terus dikembangkan, Ibu Haryanti kini mampu memproduksi hingga 1.000 pcs produk per bulan bersama 10 karyawannya.
Bahan baku batok kelapa didatangkan dari Bantul, Jogja, dan Purworejo. Proses pembuatan tas dimulai dari batok diberi corak, dilem, dijahit tangan, dilengkapi furing, handel, dan ritsleting. Waktu pembuatan tas bervariasi, mulai dari 2 hari hingga 2 minggu, tergantung tingkat kerumitan.
Desain produk dibuat berdasarkan permintaan pelanggan dan inovasi dari produk yang sudah ada. Tas batok kelapa diproduksi dari batok kelapa tua dan muda, memberikan variasi corak dan tekstur pada hasil akhirnya.
Harga souvenir dibanderol mulai dari Rp 3.000 hingga Rp 50.000, sementara tas dijual antara Rp 50.000 hingga Rp 450.000 tergantung desain dan ukuran. Produk-produk ini telah mengikuti berbagai pameran UMKM Expo pemerintah, yang membuka akses pasar lebih luas.
“Pameran UMKM sangat membantu kami. Dari sana kita bisa berinovasi, lihat tren pasar, dan memperluas jaringan,” tambahnya.
Lewat ketekunan, kreativitas, dan kemauan untuk terus belajar, Ibu Haryanti membuktikan bahwa limbah batok kelapa bisa diubah menjadi produk bernilai seni dan ekonomi tinggi. Usaha ini juga membuka lapangan pekerjaan dan menjadi inspirasi bagi pelaku UMKM lainnya untuk bangkit dan berkembang.