Bantul Tegaskan Komitmen Akhiri Kekerasan dalam Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan

Kekerasan terhadap perempuan masih menjadi permasalahan global yang belum terselesaikan. Dilansir dari Kumparan.com, 1 dari 3 perempuan di dunia masih menjadi korban kekerasan dalam berbagai bentuk dan di beragam ruang. Konidisi ini melahirkan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence), yang merupakan kampanye internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Setiap tahun, peringatan ini berlangsung mulai tanggal 25 November hingga 10 Desember. 

Sebagai bentuk dukungan, Pemerintah Kabupaten Bantul melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana menggelar kegiatan Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan di Pendopo Parasamya II, pada Rabu (26/11/2025).

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Bantul, Ninik Istitarini, menyampaikan kekerasan terhadap perempuan terjadi akibat ketidakadilan gender dan penyalahgunaan wewenang, dan pergeseran relasi kuasa yang tidak seimbang dengan konstruksi gender. 

“Kekerasan terjadi pula karena adanya kekembangan laki-laki dan perempuan, kemudian menetapkan perempuan menjadi rentan terhadap kekerasan,” bebernya. 

Ninik memaparkan data kekerasan yang dihimpun UPTD PPA. Pada 2024 terdapat 209 kasus, terdiri dari 112 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 97 kasus terhadap anak. Sementara hingga Oktober 2025 tercatat 194 kasus, dengan rincian 96 kasus perempuan dan 98 kasus anak.

Berdasarkan jenisnya, kasus tersebut meliputi kekerasan fisik (39 kasus), psikis (74), perkosaan (1), pelecehan seksual (24), pencabulan (27), penelantaran (13), trafficking (1), kekerasan berbasis gender online (8), perebutan hak asuh anak (6), serta beberapa kasus perundungan.

Menurut Ninik, tingginya angka kekerasan dipengaruhi faktor struktural dan kultural seperti budaya patriarki, ketergantungan ekonomi korban, pola asuh keluarga yang bermasalah, serta dampak perkembangan teknologi dan media sosial.

“Teknologi dan akses internet menciptakan ruang baru bagi kekerasan, seperti pelecehan dan eksploitasi seksual daring. Karena itu tema tahun ini adalah Bersatu Akhiri Kekerasan Digital. Anti kekerasan itu tidak hanya di 16 hari ini, tetapi 16 hari ini adalah peringatannya. Sehingga kami harap setiap hari adalah anti kekerasan,”tegasnya. 

Ia menambahkan bahwa pemerintah Kabupaten Bantul terus memperkuat sistem perlindungan perempuan dan anak melalui peningkatan kapasitas petugas, pendampingan penyintas, penguatan sistem pelaporan, serta sosialisasi dan pencegahan di sekolah, kalurahan, dan masyarakat. 

Ketua TP PKK Bantul, Emi Masruroh Halim, yang hadir sebagai narasumber, mengingatkan bahwa banyak bentuk kekerasan berbasis gender online terjadi tanpa disadari.

“Jika kita renungkan, sering kali tanpa sadar kita bisa menjadi korban kekerasan digital," ujarnya.

Mewakili Sekretaris Daerah Bantul, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Hermawan Setiaji, menegaskan perlunya kolaborasi untuk menekan angka kekerasan.

“Penyelesaian masalah kekerasan harus dilakukan bersama, melibatkan pemerintah daerah dan berbagai organisasi yang peduli,” katanya.

Ia menyoroti pentingnya aspek ekonomi sebagai akar kerentanan perempuan. “Kemiskinan Bantul pada 2023 masih berada di angka 11,96%. Kami berharap dari angka ini dapat menjadi pertimbangan bagi Bapak Ibu pemangku kebijakan dalam membuat program sehingga nantinya program itu dapat berdampak pada penurunan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak,” tegasnya. (Fza)

Berbagi:

Pos Terbaru :