Fenomena kera ekor panjang di Kalurahan Mangunan, Kapanewon Dlingo, dan sekitarnya banyak menimbulkan masalah beberapa tahun terakhir. Ketidakseimbangan ekosistem menjadi penyebab binatang-binatang ini menyerang lahan pertanian dan perkebunan warga. Kerugian yang ditimbulkan akibat perusakan kera ekor panjang ditaksir mencapai 300 juta rupiah setiap tiga bulan, dan sudah terjadi kurang lebih empat tahun terakhir.
Lurah Kalurahan Mangunan, Aris Purwanto, juga menjelaskan bahwa masyarakat telah melakukan berbagai cara untuk menghadapi kera ekor panjang yang saat ini sudah mereka anggap sebagai hama. Hal tersebut dijelaskannya dalam acara Gerakan Tanam Kelengkeng dan Koordinasi Rencana Pengendalian Monyet Ekor Panjang di Kebun Buah Mangunan, Kapanewon Dlingo, Bantul, pada Senin (2/12/2024).
“Masyarakat telah membuat jaring, memberikan petasan, namun populasi kera kera ekor panjang yang mencapai 27 koloni ini tidak dapat terbendung. Pemerintah Kalurahan Mangunan juga sudah menyiapkan lahan yang sedianya untuk persediaan makan kera itu. Beberapa waktu lalu, masyarakat juga sudah membeli sejumlah anjing yang disinyalir bisa mengusir kera ekor panjang. Namun saat kera naik ke atas pohon, anjing sudah tidak bisa mengejar. Saat ini, anjing-anjing itu juga menjadi masalah baru karena mulai memangsa ayam-ayam milik warga,” lanjut Aris.
Total lahan yang terdampak saat ini mencapai 45,4 hektar, dan diperkirakan perusakan oleh kera ekor panjang sudah meluas hingga sejumlah kalurahan yang berbatasan langsung dengan Kalurahan Mangunan, bahkan sampai Kapanewon Imogiri. Aris berharap akan ada solusi untuk permasalahan ini, karena pondasi perekonomian masyarakatnya bergantung pada pertanian dan perkebunan.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Bantul, Agus Budiraharja, berharap para pakar nantinya dapat membantu memberikan solusi terbaik atas permasalahan kera ekor panjang yang sangat merugikan masyarakat.
“Mari berpikir komprehensif dalam satu ekosistem lingkungan. Kita harus menjaga ekosistem lingkungan dalam keberimbangan, sehingga tidak boleh ada dominansi. Semoga nantinya kita dapat menghasilkan langkah strategis agar ancaman ini menjadi berkah bukan musibah, dan dapat menghasilkan sesuatu yang bermakna untuk mengembalikan ekosistem agar berdampak kepada kesejahteraan masyarakat,” pungkas Agus Budiraharja. (Pg)