Informasi adalah komoditi. Kebutuhan manusia akan informasi di era seperti ini tidak terelakkan. Banyak keputusan, kebijakan, perencanaan, yang berhulu dari informasi. Lalu bagi pemerintah, menyediakan informasi dan mematuhi keterbukaan informasi publik bukan semata karena tunduk pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008.
“Menjadi badan publik yang informatif, melaksanakan keterbukaan informasi publik, jangan karena tuntutan hukum saja. Kita harus sadari bersama bahwa keterbukaan informasi publik merupakan wujud transparansi dan pemerintahan yang akuntabel,” ujar Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, di tengah-tengah monitoring dan evaluasi pelayanan keterbukaan informasi Badan Publik di lingkup Pemerintah Kabupaten Bantul, Jumat (13/12/2024).
Tahun ini, sebagaimana yang dilaporkan oleh Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Bantul, Bobot Ariffi’ Aidin, ada 64 Badan Publik di lingkup Pemerintah Kabupaten Bantul yang dinilai oleh Komisi Informasi Daerah (KID) DIY.
“KID DIY telah selesai melakukan penilaian pada 29 perangkat daerah, 17 kapanewon, 3 Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan 15 kalurahan. Totalnya 64. Untuk kalurahan memang belum semuanya. Baru 25 persen saja. Ini tahun pertama. Harapannya di tahun-tahun mendatang terus meningkat hingga tahun 2027 semoga bisa 100 persen kalurahan ikut dinilai oleh KID,” ujar Bobot.
Berdasarkan penilaian yang dilakukan, Pemerintah Kabupaten Bantul berhasil menjadi badan publik informatif dengan nilai tertinggi se-DIY. Namun, label informatif berikutnya hanya didapatkan tiga perangkat daerah, satu kapanewon, dan satu kalurahan. Masing-masing adalah Disdukcapil, Diskominfo, Dinas Perpustakaan dan Kerasipan, Kapanewon Kretek, dan Kalurahan Srimulyo. Untuk itu, Bupati menegaskan seluruh Badan Publik di Bantul harus mau menggenjot segala upaya untuk mengejar predikat informatif.
Sementara itu, Ketua KID DIY, Erniati, menyampaikan beberapa catatan dan rekomendasi terkait penilaian keterbukaan informasi publik di lingkup Pemerintah Kabupaten Bantul.
“Transparansi atau keterbukaan informasi publik ada dalam dokumen Renstra, namun hanya disebut di latar belakang, tidak disebut secara eksplisit sebagai bagian dari rencana kerja atau programnya. Kemudian, jumlah SDM yang bertugas sebagai pengelola informasi publik cukup memadai, namun masih perlu dukungan peningkatan kapasitas,” ujar Erniati.
Selain itu, Erniati juga mengungkapkan bahwa di Bantul, perkembangan teknologi informasi telah dimanfaatkan oleh Badan Publik. Tapi, penggunaannya lebih berorientasi pada kebutuhan internal. Sebab itulah, KID DIY juga memberikan sejumlah rekomendasi.
Rekomendasi pertama, pimpinan daerah memastikan setiap Badan Publik mencantumkan aspek keterbukaan informasi publik atau tata kelola keterbukaan informasi publik dalam dokumen Renstra, Renja, dan anggaran. Kedua, PPID utama di setiap tingkatan pemerintah daerah agar mengoptimalkan asistensi, pendampingan, dan peningkatan kapasitas untuk Badan Publik. Juga, keterbukaan informasi BUMD perlu mendapat perhatian serius karena nilai rata-rata BUMD relatif masih rendah. (Els)