Hal diatas disampaikan oleh Kasi Tehnologi dan Informasi pada Dinas Perijinan Kabupaten Bantul Ir. Tri Rahayu saat memimpin rapat tentang pengaturan pembangunan perumahan di Kabupaten Bantul di Ruang Rapat Dinas Perijinan, Senin (29/3).
"Terkait dengan pembangunan perumahan oleh para pengembang di Bantul ini, Pemerintah Kabupaten Bantul akan melakukan penertiban dan perlu juga untuk merumuskan pedoman pembangunan perumahan yang terpadu. Karena apabila pembangunan perumahan tidak terencana dan tertata dengan baik, nantinya akan menimbulkan kawasan kumuh." kata Tri Rahayu.
Seperti pengelolaan sampah yang tidak baik, pengatasan air hujan yang kurang baik serta penyiapan fasilitas umum dan fasilitas sosial yang kurang memadai, tambah Tri Rahayu, akan mengakibatkan beban bagi lingkungan di sekitarnya. Maka dengan tersusunnya pedoman pembangunan perumahan tersebut bertujuan untuk mewujudkan pembangunan perumahan yang layak, sehat, aman, serasi dan teratur.
Penyelenggaraan pelayanan perizinan IMB berdasarkan pada Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2002 jo Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2008 tentang Izin Mendirikan Bangunan dan Keputusan Bupati Bantul Nomor 434 Tahun 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda Nomor 7 Tahun 2002.
ketentuan teknis pengaturan perumahan ini, kata Tri lagi, berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 534/KPTS/M/2001 tentang Pedoman Penentuan SPM Bidang Perumahan Permukiman yang selanjutnya untuk Kabupaten Bantul dituangkan pada Keputusan Bupati nomor 13 tahun 2009 jo Peraturan Bupati (Perbub) Nomor 55 A Tahun 2009.
Perbub tersebut memuat beberapa poin diantaranya setiap pengembang perumahan yang mendirikan perumahan di Kabupaten Bantul berkewajiban menyediakan fasilitas umum dan fasilitas sosial dengan luasan dan macam fasilitas berdasarkan pada luasan lahan, jumlah rumah serta type rumah.
Pemilihan lokasi perumahan harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang yang berlaku, dan harus mempunyai akses dengan jaringan jalan utama kota/jalan umum yaitu suatu jalan dengan lebar yang cukup sebagai jalan penghubung yang menghubungkan antara komplek perumhan dengan jalan umum yang ada.
Rumah yang boleh dibangun dengan luasan bangunan untuk rumah layak huni minimal type 36, dapat seluas 27 meter persegi sebagai gaya pemula yang dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai rumah layak huni. Adapun Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sesuai dengan rencana tata ruang. Sedangkan untuk kawasan yang belum memiliki rencana tata ruang ditentukan maksimal 50 %. Dengan demikian luas tanah minimal untuk kapling perumahan adalah 72 meter persegi.
Setiap perumahan harus disediakan jalan dengan panjang dan lebar jalan yang memadai dengan lebar untuk jalan lingkungan pembagi minimal 4 meter, serta harus dibuat jalan utama sebagai akses masuk yang menghubungkan antara komplek perumahan dengan jalan umum.
Direkomendasikan pula pada setiap ruas jalan dalam komplek perumahan harus dibangun drainase yang memadai sehingga tidak menimbulkan genangan banjir pada kawasan perumahan maupun kawasan di sekitarnya. Drainase tersebut harus disalurkan ke saluran pembuang terdekat/sungai.
Setiap pengembang juga diharuskan menyediakan pemakaman baik berupa area pemakaman baru atau dengan perluasan makam terdekat yang ada dengan persetujuan pemerintah setempat.
"Sebelum pengembang memiliki bermacam izin yang sisyaratkan harus diawali dengan izin persetujuan prinsip dan pemilihan lokasi sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku, izin perubahan penggunaan tanah berupa klarifikasi/izin lokasi dan izin mendirikan bangunan dengan site plan yang harus mendapatkan pengesahan dari Dinas Pekerjaan Umum (DPU)." terang Tri Rahayu. (Sit)