Menurut Mudiyana, M.Si mewakili Kepala Dinas Dikpora dalam kata sambutan pembukaannya menyampaikan, pentingnya memelihara dan menggunakan Bahasa Indonesia sehari-hari dengan baik dan benar. " Tidak hanya dalam pidato atau sambutan resmi, penggunaan Bahasa Indonesia di papan informasi manual ataupun elektronik harus sesuai dengan kaidah-kaidah yang benar, " katanya.
Lebih lanjut ia memaparkan, amanat Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan. Penggunaan Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam peraturan perundang-undangan, pengantar dalam pendidikan nasional, pelayanan administrasi publik di instansi pemerintahan tak terkecuali informasi diseminasi publik.
Supardi dari Balai Bahasa DIY sebagai pemateri pertama menjelaskan pengutamaan Bahasa Indonesia di media luar ruang yang bertujuani untuk :
1. Menanamkan sikap positif MASYARAKAT terhadap bahasa Indonesia
2. Evaluasi dan pembinaan bahasa Indonesia di RUANG PUBLIK
3. Pemartabatan bahasa Indonesia di RUANG PUBLIK
Menyinggung tentang Prioritas Program Badan Bahasa, ia menjelaskan beberapa poin untuk ditindaklanjuti sebagai upaya nyata menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar melalui :
1. Pengayaan Kosakata/Lema
2. Gerakan Literasi Nasional (Penguatan Program Literasi)
3. Pengutamaan bahasa Indonesia di media luar ruang
4. UKBI (Uji Kemahiran Bahasa Indonesia)
5. BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing)
6. Peningkatan Kemampuan Pendidik Bahasa Indonesia dalam Mendukung
Peningkatan Nilai UN dan Skor PISA (terutama di 10 provinsi nilai UKG
rendah)
7. Konservasi dan Revitalisasi Bahasa Daerah
8. Penguatan Mitra Kebahasaan dan Kesastraan
9. Layanan Perpustakaan
Sementara itu Yeyen Maryani pemateri kedua dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud, dalam pemaparannya Pengutamaan Bahasa Indonesia di media ruang publik menyatakan, pemanfaatan bahasa asing atau bahasa daerah dalam mendiseminasikan informasi publik sisi positifnya dapat menambah khazanah kata Bahasa Indonesia, akan tetapi ada sisi negatifnya yaitu penggunaan yang tidak tepat sehingga menimbulkan multi tafsir.
"Dampak negatif secara umum adalah bahwa banyak orang yang kurang peduli terhadap bahasanya sendiri, salah dalam berbahasa Indonesia dianggap hal yang biasa," tutur Yeyen.
Sri Nardiati dari Balai Bahasa DIY sebagai pemateri ketiga menerangkan perlunya, memperhatikan kaidah pemberian nama sebagai berikut :
1. Penggunaan Bahasa Indonesia dan atau bahasa daerah;
2. Pengutamaan nama Indonesia/Nusantara;
3. Penghormatan terhadap suku, agama, ras, dan golongan;
4. Penggunaan nama diri atau nama orang yang masih hidup dihindarkan;
penamaan yang menggunakan nama orang yang sudah meninggal paling singkat 5 tahun;
5. Paling banyak tiga kata, berpola Diterangkan - Menerangkan (D - M), dan
bahasa daerah atau bahasa asing dapat digunakan jika mempunyai nilai sejarah, budaya, adat-istiadat, dan/atau keagamaan.
"Adapun untuk referensi kaidah dapat kita dapatkan di kamus-kamus, buku Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, buku-buku tata bahasa, dan buku-buku tata istilah, " ungkapnya.
Kegiatan FGD digelar usai pemateri usai menyampaikan makalahnya dengan di moderator Mas Heri dari Balai Bahasa DIY yang juga sebagai sastrawan dengan dua termin. Hasil dari FGD Pengutamaan Bahasa Indonesia untuk media ruang publik ini berupa rekomendasi untuk disampaikan kepada OPD, berkaitan dengan baik dan benar penggunaan kaidah-kaidah penulisan Bahasa Indonesia. (rch)