Masa Adaptasi Kebiasaan Baru, Pelaku Wisata Wajib Terapkan Protokol Kesehatan

Pemerintah Kabupaten Bantul lewat Dinas Pariwisata mulai Rabu (22/7) membuka sebagian tempat wisata termasuk empat tempat wisata terfavorit di masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) ini. Empat tempat wisata tersebut terdapat di wilayah Kecamatan Dlingo, diantaranya Seribu Batu dan Pinus Asri Desa Mangunan, Hutan Becici Muntuk dan  Pengger di Desa Terong.

            Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul Kwintarto Heru Prabowo, S.Sos, M.M., selaku nara sumber kepada tim host TVRI Yogyakarta  saat  shooting perekaman acara ‘Saba Desa’ tempat wisata ‘Seribu Batu’ Desa Mangunan Kecamatan Dlingo, Bantul yang akan tayang Minggu siang (26/7). “Ketika pariwisata dibuka saat AKB, khususnya Pantai Parangtritis, suasananya cukup ramai  seperti sebelum pandemi Covid-19 atau sekitar 12 hingga 15 ribuan pengunjung perhari,” kata Kwintarto.

            Namun, terang Kwintarto, mereka harus mengikuti aturan  protokol kesehatan, tidak boleh ada kerumunan masa. Beberapa layanan kita, di tempat wisata tersebut tentu sesuai protokol kesehatan pula.  “Kami masih merasa prihatin, karena pariwisata kita merupakan pariwisata kreatif, jadi pengrajin masih belum bisa menjual dengan cukup bagus produk kerajinannya,” ungkapnya.

            Sementara Bupati Bantul Drs. Suharsono selaku nara sumber menyampaikan bahwa terkait adaptasi kebiasaan baru, dia menekankan pelaku wisata untuk menerapkan protokol kesehatan lebih ketat.

            “ Di AKB ini kami terapkan juga bagi sektor pariwisata yang mulai dibuka, namun tetap menerapkan protokol kesehatan. Tujuan dibukanya destinasi wisata di Bantul ini adalah untuk mengangkat perekonomian masyarakat yang selama kurang lebih empat bulan telah terhenti oleh adanya pandemi Covid-19,” terang  Bupati Bantul.

            Pada kesempatan tersebut salah satu pengelola tempat wisata Seribu Batu, Aris Purwanto menyampaikan bahwa Seribu Batu dibuka mulai awal 2018. Bermula dari seringnya anak muda di kampungya suka nongkrong sore-sore di pinggir hutan lindung , maka Aris bersama pemuda kampung berinisiatif membuka tempat nongkrong tersebut di buat lebih bagus lagi. Agar kegiatannya legal, dia bersama komunitasnya mengajukan ijin ke Dinas Kehutanan DIY.

Seiring berjalannya waktu, dengan semakin banyaknya tempat wisata alam baru di tempat lain, pemuda Mangunan semakin bersemangat untuk menjadikanaa tempat tersebut sebaagai tujuan wisaata yang diminati kaum muda yang diberi nama ‘Seribu Batu’.

            Tempatnya yang cukup asri, terdapat lembah yang ada batu-batunya besar yang dikelilingi bukit  seluas lebih kurang 4 hektar tersebut, dibuatlah beberapa sub permainan seperti flying fox, rumah hobbit, seribu kayu, glen camp beserta tempat penginapan keluarga yang terhubung dengan Puncak Songgo Langit dengan jalan setapak sepanjang kurang lebih 500 meter.

            Sebelum adanya pandemi Covid-19 pengunjung di taman ‘Seribu Batu’ cukup banyak, dari Senin hingga Jum’at jumlah pengunjung rata-rata sekitar 500 orang, di hari Sabtu dan Minggu sekitar 2000 orang.  Bahkan beberapa bulan terahir sebelum pandemi banyak wisatawan berkunjung. Diantaranya dari Malaysia setiap Senin hingga Jum’at, sedangkan wisatawan dari China setiap Selasa dan Jum’at, mereka suka hari-hari tersebut karena ingin menikamati keindahan alam, menghirup udara segar serta bisa leluasa menikmati permainan yang disuguhkan seperti bermain flying fox.

            Salah satu pelaku kuliner yang ada di ‘Seribu Batu’ yaitu Sumiyati menceritakan bahwa, sebelum adanya pandemi omsetnya sekitar 700 ribu di hari biasa, sedangkan di hari Sabtu dan Minggu bisa mencapai antara 2 – 3 juta rupiah. “ Selama Pandemi dirinya dan kawan-kawan sesama pelaku kuliner tidak berani buka, dirinya dan beberapa kawannya baru buka belum lama, “ ucap Sumiyati.  (siti)

Berbagi:

Pos Terbaru :