Margiyanto atau Yanto kecil sering menemami ayahnya saat membuat kerangka keris di bengkel kerjanya. Dari situ, setelah nikah sekitar tahun 2008 dia mencoba-coba mengolah potongan kayu yang biasa dibuat kerangka keris. Kebetulan pada saat itu barang pusaka bernama keris baru terangkat namanya. Sehingga keahliannya yang mulai digeluti tersebut ada beberapa pembeli datang kerumahnya.
Dari situ Margiyanto dengan menggunakan peralatan sederhana seperti gergaji besi, pethel, pasah, ambril yang sebagian merupakan peninggalan dari ayahnya mulai membuat kerangka keris. Kegiatannya tersebar dari mulut kemulut sampai kepada para kolektor benda pusaka, pedagang dan kerabat Keraton Yogyakarta. Saat itu Yanto membuat kerangka keris berdasar pemesanan. Dari beberapa pemesan yang sering berkumpul dengan membawa keris dengan tampilan berbeda mengundang tanya teman-temannya di komunitas penyuka benda pusaka. Dari situ pula nama Margiyanto mulai diperhitungkan oleh para kolektor, penyuka dan pedagang benda pusaka khususnya yang ada di Bantul dan Yogyakarta.
Dengan ketekunannya tersebut penghasilan Yanto cukup bisa membantu perekonomian keluarga, termasuk biaya dua anaknya yang masih duduk di bangku SMA dan SD yang awalnya ditanggung Wagirah sang istri yang bekerja di sebuah toko kelontong di Kota Bantul. Saat ini hasil produknya, lewat para kolektor dan pedagang barang pusaka selain dijual di wilayah DIY, Madura, Pulau Sumatra, Sulawesi , sudah pula merambah hingga Malaysia dan Philipina.
Menurut Yanto bahan dasar pembuatan produknya terdiri dari beberapa jenis kayu seperti kayu asem, jati, jambu batu, kemuning, kayu cendana juga kayu gaharu. Tetapi beberapa pelangganya ada yang membawa bahan dasar sendiri dari kayu langka seperti kayu gaharu, kayu cendana dan kayu elo yang dianggap kayu bertuah. Tetapi banyak pula pemesan yang datang memesan kerangka keris dalam jumlah besar atau kodian.
Prosuk dari kayu biasa, Yanto mematok harga antara Rp. 100 ribu hingga 400 ribu. Untuk produk berbahan dasar kayu gaharu, cendana dan elo, dirinya mematok harga antara Rp 750 ribu hingga Rp 1,5 juta. Para pemesan untuk luar pulau biasanya ambil yang murah, namun dalam jumlah banyak atau kodian.
Dalam menggeluti ketrampilannya Yanto pernah mengalami suatu hal yang cukup aneh. Pada beberapa tahun lalu dia didatangi seorang kerabat keraton Yogya dengan membawa keris pusaka untuk diganti kerangkanya. Keris pusaka tersebut ditaruh disatu wadah dengan keris biasa lainnya. Malam harinya Yanto tidur tidak bisa nyenyak, seperti ada yang mengusik hingga pagi. Pada siangya si empunya benda pusaka datang kerumahnya, baru bilang kalau naruh pusaka kepunyaannya jangan sembarang, mohon diperlakukan hati-hati. Saat itu Yanto baru sadar, jika kerabat keraton membawa benda pusaka untuk diperbaiki, maka Yanto memperlakukan lebih hati-hati, agar tidak terjadi hal-hal yang aneh-aneh. (Sit)