Tari Niti Sekar Lipura yang dibawakan dengan apik oleh empat remaja putri mengawali upacara pembukaan Dewi Kajii Culture Festival pada Jumat (5/9/2025). Rangkaian pertama dari festival budaya ini adalah Festival Layang-Layang Jadoel yang dimulai pasca upacara pembukaan. Sebanyak 233 lebih pelayang dengan berbagai bentuk layang-layang turut berpartisipasi memeriahkan suasana. Bertempat di Bulak Kadisoro, Gilangharjo, Pandak, Bantul, acara ini berhasil menyedot animo ratusan masyarakat dari berbagai usia.
Ketua panitia penyelenggara, Muhammad Gema Ramadhan, menjelaskan bahwa Padukuhan Kadisoro dikenal sebagai desa wisata edukasi ikan hias berbalut budaya dengan konsep community based-tourism yang mengusung semangat dari masyarakat untuk masyarakat. Menurutnya, desa wisata ini eksis bukan hanya karena anggaran, melainkan juga ide kreatif dan kemandirian masyarakat. Sehingga selain merupakan bentuk sinergi warga, Dewi Kajii Culture Festival ini juga sekaligus menjadi ajang pembuktian.
“Dewi Kajii Culture Festival ini menunjukkan bahwa Kadisoro sudah dipercaya sebagai penggerak ikan hias Indonesia. Yang kedua, membuktikan bahwa Gilangharjo merupakan desa mandiri budaya sebab acara ini menunjukkan kolaborasi pariwisata, produk desa prima dan preneur, serta tarian dari desa budaya Gilangharjo’” ungkapnya.
Dalam sambutannya, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bantul yang juga salah satu penggagas festival ini, Istriyani, menyatakan bahwa event sebagai bentuk dukungan nyata Pemkab Bantul melalui DKP. “Kami sangat bangga dengan kegiatan ekonomi produktif perikanan di Kadisoro,” tuturnya. Ia juga mengapresiasi oleh pengakuan yang didapat Kadisoro sebagai desa wisata berbasis perikanan satu-satunya di Indonesia, terlebih proses ini dimotori oleh pemuda.
Sementara dari sektor pariwisata, Kepala Dinas Pariwisata, Saryadi, berharap community-based tourism seperti ini mampu menjadi motor penggerak untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Menurut Saryadi, Dewi Kajii memiliki unique selling potensial yang diperkuat oleh kolaborasi berbagai OPD dalam mendukung pengembangannya.
“Tahun lalu kita sudah memiliki tourism village yang mendunia yakni Wukirsari, juga Krebet yang mendapat anugerah desa wisata nasional. Tahun ini adalah Dewi Kajii, the next generation,” harap Saryadi.
Apresiasi terhadap Dewi Kajii Culture Festival juga muncul dari Panewu Pandak, Nanang Tri Atmoko. Dalam sambutannya ia juga menyatakan bahwa festival ini menguatkan predikat Kalurahan Gilangharjo sebagai desa mandiri budaya.
Para pengunjung terlihat antusias mengikuti hari pertama festival ini. Banyak dari mereka yang mengajak anak-anak, baik untuk rekreasi maupun berpartisipasi menerbangkan layang-layang kecil. Salah satu pengunjung dari Pundong, Mayang, mengaku memilih datang di hari pertama untuk melihat ikan hias dan festival layang-layang. “Untuk hiburan gratis dan menambah pengetahuan anak-anak di hari libur,” ungkapnya.
Sebagai warga Bantul, Mayang juga berharap daerah-daerah lain di Bantul dapat memaksimalkan potensi masing-masing. “Sehingga kami sebagai warga Bantul semakin bangga dengan alternatif wisata dan edukasi sebagai identitas Bantul itu sendiri,” imbuhnya.
Diketahui Dewi Kajii Culture Fest berlangsung dari tanggal 5-7 September 2025 dengan beberapa agenda. Mulai dari Festival Layang-layang Jadoel, Kadisoro Aquatic Expo dan stand UMKM, Kirab Merti Dusun Kadisoro, Ketoprak dengan lakon “Dumadining Kadisoro”, dan kontes ikan guppy, molly, dan xiphophorus nasional memperebutkan Piala GKR Hemas dan DKP Bantul. (Jhn)