Tren angka kemiskinan di Kabupaten Bantul terus mengalami penurunan selama tiga tahun terakhir. Meski begitu, angkanya masih di atas 10%. Data yang dihimpun Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan persentase kemiskinan Kabupaten Bantul tahun 2024 mencapai 11,66%. Masih dihimpun oleh BPS, khusus untuk kemiskinan ekstrem berada pada angka 0,82% atau sekitar 8.008 jiwa.
Seseorang dikatakan miskin ekstrem apabila pengeluaran sehari-hari berada di bawah garis kemiskinan ekstrem sebesar USD 1,9 atau setara dengan Rp 11.571 per kapita/hari. Kategori ini diukur menggunakan absolute poverty measure Bank Dunia yang konsisten antar negara dan antar waktu.
Data terkait kemiskinan ini merupakan cambuk bagi Pemerintah Kabupaten Bantul untuk segera mengentaskan kemiskinan bagi warga Bantul. Terlebih untuk kemiskinan ekstrem, Bantul ingin angkanya menjadi nol alias nihil pada tahun 2026. Oleh sebab itu, Pemerintah Kabupaten Bantul merumuskan berbagai kebijakan agar program yang dilaksanakan tepat sasaran.
Usai mendapatkan data kemiskinan ekstrem dari BPS, Pemerintah Kabupaten Bantul melakukan verifikasi dan validasi terhadap 8.008 jiwa melalui kalurahan yang dikoordinasikan oleh Dinas Sosial. Selanjutnya, data ini akan digunakan sebagai dasar yang ditetapkan dalam SK Bupati. Kendati demikian, Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, mengingatkan tugas penanggulangan kemiskinan bukan tugas Dinas Sosial semata.
“Yang perlu diingat, tugas penanggulangan dan pengentasan kemiskinan tidak hanya tugasnya Dinas Sosial. Perangkat daerah yang lain juga punya tugasnya masing-masing,” jelas Bupati dalam Pencanangan Kegiatan Intervensi Upaya Pengentasan Kemiskinan Ekstrem di Kabupaten Bantul di Gedung Mandala Saba, Jumat (16/5/2025).
Lebih lanjut, Bupati menjelaskan berbagai macam strategi penanggulangan kemiskinan. Pertama adalah program pengurangan beban seperti program PKH, BNPT, Boga Sehat, program jaminan kesehatan, hingga fasilitasi pelayanan difabel yang dikoordinir oleh Dinas Sosial. Tapi itu program lain seperti pembangunan RTLH, pembangunan sarpras air minum, maupun pengolahan limbah domestik, ini semua berada di bawah tanggung jawab Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP).
Selain pengurangan beban, ada pula strategi program pemberdayaan ekonomi. Dalam hal ini, ada Dinas Pariwisata; Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan (DKUKMPP), hingga Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) yang terlibat di dalamnya.
Ini menunjukkan bahwa antar perangkat daerah saling terkait dan memiliki benang merah yang sama dalam rangka mengentaskan kemiskinan. Sebab sejatinya kemiskinan serupa jerat atau lingkaran yang tiap komponennya berhubungan satu sama lain. Sehingga untuk memutusnya pun diperlukan konsolidasi yang kuat dan tepat sasaran. (Els)